oleh: TOTO SUHARYA
Di penghujung usianya, Nabi Muhammad saw menyampaikan pesan, dikabarkan dalam sebuah hadis, “Aku tidak mengkhawatrikan kalian akan menyembah tuhan selain Allah, akan tetapi, yang kukhawatirkan kalian di dunia ini akan saling berlomba meraih kejayaan dunia”. (Ling, 2007, hlm. 528). Lalu menjelang ajalnya yang sudah dekat, Rasulullah memberikan nasihat. Riwayat yang berasal dari Anas bin Malik mengatakan, “shalat dan perlakuan baik terhadap para hamba sahaya”. Wasiat itu Beliau ucapkan meski lidahnya hampir tidak bisa berkata. (al-Ghazali, 2005, hlm. 631).
Di penghujung usianya, Nabi Muhammad saw menyampaikan pesan, dikabarkan dalam sebuah hadis, “Aku tidak mengkhawatrikan kalian akan menyembah tuhan selain Allah, akan tetapi, yang kukhawatirkan kalian di dunia ini akan saling berlomba meraih kejayaan dunia”. (Ling, 2007, hlm. 528). Lalu menjelang ajalnya yang sudah dekat, Rasulullah memberikan nasihat. Riwayat yang berasal dari Anas bin Malik mengatakan, “shalat dan perlakuan baik terhadap para hamba sahaya”. Wasiat itu Beliau ucapkan meski lidahnya hampir tidak bisa berkata. (al-Ghazali, 2005, hlm. 631).
Dalam riwayat lain Nabi Muhammad
saw bersabda, “salat…, salat dan perhatikan orang-orang yang ada dalam
pertanggungan kalian.” (HR. Ahmad, 6/290). Pesan ini disampaikan baginda pada
umatnya. Berbagai macam kesibukkan dan syahwat dunia hendaknya tidak membuat
mereka lupa akan salat. Inilah yang paling ditakutkan oleh baginda atas umatnya,
sebagaimana beliau mengkhawatirkan para pembesar akan mewariskan kejahatannya,
kesewenangan penguasa terhadap orang lemah. Beliau kemudian melihat kepada
semua penjuru masjid dengan penuh penghormatan seperti seolah melakukan
perpisahan. Selepas itu beliau membaca, “Ya Allah, ringankanlah sakaratul maut
atasku”. (HR. Ahmad, 6/640). (Said, 2016, hlm. 503).
Nabi Muhammad saw meninggal
setelah menyikat gigi dengan siwak, hari Senin, Rabiulawal tahun 8 Hijriyah.
Bertepatan dengan tanggal 8 Juni 632 Masehi. Meninggal diatas pangkuan istrinya
yaitu Aisyah. (Ling, 2007, hlm. 531). Said (2016, hlm. 504), menyebutkan tahun
11 hijriyah, bertepatan dengan 8 Juni 632 M. Namun demikian, Ling (2007), Said,
(2016), Haekal (2003), memiliki pendapat sama tentang meninggalnya Rasulullah saw
terjadi pada tanggal 8 Juni 632 M.
Kekhawatiran Nabi Muhammad saw betul-betul
terjadi saat ini, dalam dunia pendidikan sekolah menengah, survey membuktikan
dalam satu sekolah dengan jumlah 700 orang murid muslim, kurang lebih hanya 10-20 persen murid yang melaksanakan shalat wajib lima kali sehari. Program
pendidikan karakter religius shalat berjamaah dhuhur, dan ashar sebagai tanda
berakhirnya kegiatan pendidikan, setiap harinya hanya diikuti tidak lebih dari 20%
siswa saat shalat dhuhur dan hanya 10% saat shalat Ashar.
Jika dilihat dari umur siswa di
sekolah menengah berada pada usia 16-21 tahun. Usia ini dapat dikatakan usia
dengan kemampuan berpikir rasional abstrak. Pada usia ini murid-murid sudah
bisa memberikan makna-makna tujuan dan ritual agama, secara rasional.
Shalat berdasarkan informasi dari
hadis dan al-Qur’an, bukan sekedar ritual harian, tetapi sebagai bentuk
komitmen diri untuk melakukan segala ketentuan agama dalam kehidupan. Shalat selain
dimaknai sebagai kewajiban oleh setiap muslim, seperti kegiatan membangun visi hidup
yang harus diulang-ulang agar hidup selalu semangat dan optimis.
Setelah sembilan bulan program
pendidikan karakter religious berjalan, pembiasaan shalat berjamaah tidakpernah
berhasil mencapai target minimal 80 persen. Data wawancara terhadap siswa,
rata-rata mereka tidak melaksanakan shalat penuh lima kali. Waktu shalat yang
sering terlewat adalah shubuh dan isya.
Rapat konsultasi dengan orang tua
siswa yang mayoritas diwakili ibu-ibu, hampir sebagian besar orang tua
mengeluhkan anaknya tentang kebiasaan shalat. Mereka tidak berdaya dengan
prilaku anak-anak yang lebih memilih bermain game di hand phone ketimbang melaksanakan
shalat. Latar pendidikan dan ekonomi orang tua yang berbeda, ternyata telah
menjadi penyebab pola pendidikan anak di keluarga berbeda-beda. Namun ada kasus
ditemukan bahwa orang tua yang memiliki kebiasaan shalat yang tidak hanya
melaksanakan lima waktu, tetapi ditambah dhuha dan tahajud, memiliki catatan
anak-anaknya yang rajin shalat di sekolahnya. Anak-anak yang mengalami masalah
keluarga seperti ditinggal orang tua bekerja ke luar negeri, ditinggal orang
tua karena cerai, tidak diurus orang tua dan tinggal bersama nenek, menunjukkan
murid-murid yang cenderung kurang biasa, dan terlihat sangat malas melaksanakan
shalat.
Solusi menghadapi masalah ini,
dalam beberapa rapat konsultasi dengan orang tua yang dilakukan sebanyak empat
sesi dalam satu hari diikuti oleh 12 orang tua siswa per sesi, diambil sebuah
kesepatkatan bersama bahwa untuk menyukseskan program pendidikan karakter religius
para orang tua harus bersama-sama terlibat dalam menjaga pendidikan karakter
religius anak-anaknya di rumah.
Keterlibatan orang tua di rumah bukan hanya mengingatkan anak-anak untuk melaksanakan shalat, tetapi harus menjadi teladan bagi anak-anaknya. Para orang tua menyadari bahwa tujuan pendidikan nasional membentuk peserta didik beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, bagi muslim tujuan ini sangat berkaitan dengan wasiat Nabi Muhammad saw di kepada umat.
Dalam rapat kecil per sesi dengan
seluruh orang tua siswa yang sengaja dilakukan agar lebih terasa kekeluargaan,
disepakati sebuah kolaborasi pendidikan. Kolaborasi diarahkan dalam bentuk
kegiatan ritual shalat dhuha 12 rakaat dan tahajud 11 rakaat dilakukan orang
tua di rumah setiap hari sebagai upaya spiritual dalam memperbaiki akhlak siswa.
Dalam kolaborasi pendidikan ini, orang
tua diberi beban mental bahwa keberhasilan pendidikan karakter religius anak-anak
dipengaruhi oleh upaya spiritual para orang tua.
Kemampuan spiritual anak-anak
dalam shalat, dipengaruhi pula oleh orientasi dunia pendidikan dan keluarga.
Dunia pendidikan yang cenderung pada perolehan skor angka, tidak begitu konsen
terhadap pembentukan karakater religius dalam pembiasaan shalat. Sekalipun sekolah-sekolah
sudah banyak memprogramkan tetapi jarang dilakukan evaluasi sejauh mana
keberhasilannya. Untuk mengukur keberhasilannya perlu kekompakkan dan kerjasama
seluruh pendidik dan tenaga kependidikan untuk memberikan keteladanan.
Pada prinsip dasarnya tidak ada anak yang bodoh, kecuali mereka tidak memiliki kesempatan belajar dengan guru-guru terbaik. Siapa guru-guru terbaik mereka? Yaitu orang tua sendiri, dan guru-gurunya di sekolah, termasuk di dalamnya satpam, caraka, dan petugas tata usaha. Satu kata satu perbuatan adalah kata kunci keberhasilan dalam kolaborasi pendidikan. Buah tidak akan jatuh jauh dari pohonnya. Wallahu ‘alam.
(Penulis Kepala Sekolah)
No comments:
Post a Comment