Tuesday, June 4, 2019

DARURAT PENDIDIKAN


OLEH: TOTO SUHARYA

Miris membaca fakta pendidikan dalam artikel Prof. Syamsul Rizal (Kompas/28/9/2018), “75% mahasiswa baru di suatu universitas, uji kemampuan berhitungnya tidak mempunyai kompetensi lulus SD, dan 95 persen mahasiswa tidak mempunyai kompetensi untuk lulus SMP. Fakta ini jangan dianggap remeh, karena akan mengancam generasi kita di masa mendatang, karena lulusan sarjana ini kemungkinan akan ada yang menjadi pendidik, dan ini ancaman bagi generasi kita di masa mendatang.

Selain itu dalam surat kabar yang sama tersaji data Badan Pusat Statistik bulan Februari 2018, membeberkan bahwa pengangguran terbuka di Indonesia berjumlah 6,87 juta penduduk. Dari jumlah itu, 8,92 persen lulusan SMK, 7,92 persen lulusan diploma, 7,19 persen lulusan SMA, 6,31 persen lulusan universitas, 5,18 persen lulusan SMP, dan 2,67 persen lulusan SD. Data ini sedang mempertanyakan kualitas pendidikan yang masih belum berhasil mengantarkan masyarakat hidup sejahtera.

Selain itu, hasil pendidikan kita mendapat keluhan dari para pengusaha. Sebanyak 460 perusahaan di Jawa, Sumatera, Sulawesi, dan Kalimantan di survey. Hasilnya sebagian besar menyatakan rendahnya soft skill para karyawan. Berikut datanya, 92 persen pimpinan perusahaan menyatakan karyawannya sangat lemah dalam membaca; 90 persen menyatakan lemah dalam menulis, 84% lemah dalam etos kerja; 83% lemah dalam kemampuan komunikasi, dan 82% lemah dalam kerja tim. (Suara Hidayatullah, edisi Maret 2018).

ARTIKEL TELAH DIMUAT DI FORUM GURU PIKIRAN RAKYAT
Keluhan yang sama pernah saya dengar langsung dari laporan pimpinan dinas pendidikan wilayah, yang kedatangan para pengusaha lokal ke kantornya. Para pengusaha lokal tersebut dengan sedikit berkelakar bertanya, “apa yang dilakukan dunia pendidikan selama ini?”. Laporan dari para pengusaha lokal, anak-anak lulusan SMA/SMK yang datang melamar ke perusahaannya, memiliki kemampuan yang lemah dalam hal berkomunikasi. Hal ini terungkap ketika wawancara, anak-anak lebih banyak diam, dan tidak bisa menjawab hanya sekedar mengemukakan motivasi dan tujuan mereka masuk ke dunia kerja.

Fenomena ini menjadi jawaban bahwa pendidikan kita saat ini sedang mengalami krisis, diawali dari krisis tenaga kependidikan. Kunci kualitas pendidikan yang utama adalah tenaga kependidikan. Sementara ini, kebutuhan tenaga kependidikan tidak merata di setiap sekolah. Tenaga-tenaga pendidik tidak tetap yang jumlahnya hampir sama dengan tenaga pendidik tetap, masih mengalami masalah kesejahteraan dan kurang mendapat perhatian dalam layanan peningkatan kualitas profesi. Tenaga pendidik tidak tetap masih rentan terhadap perlakuan diskriminatif dari mulai tingkat sekolah sampai tingkat kedinasan. Pelatihan-pelatihan bidang profesi banyak melibatkan tenaga pendidik tetap, dan kecil sekali melibatkan pendidik tidak tetap.

Program-program pemerintah yang harus diperkuat untuk mengantisifasi darurat pendidikan kita adalah memberikan pemerataan fasilitas ke sekolah-sekolah negeri terlebih dahulu, dan melakukan inventarirasi kebutuhan tenaga pendidik sesuai latar belakang pendidikan. Data tersebut kemudian harus jadi data kebutuhan pendidik di lapangan, dan menentukan pembatasan dibukanya jurusan di perguruan tinggi agar universitas tidak terus memproduksi tenaga kependidikan yang jumlahnya sudah melebihi kebutuhan. Faktor ini menjadi penyebab terjadinya malapraktik pendidikan karena mata pelajaran tidak diajarkan oleh pendidik yang berlatarbelakang sesuai dengan mata pelajarannya.

Inilah faktor darurat yang harus segera diselesaikan oleh pemerintah dengan serius. Sekalipun bangunan sekolah mau runtuh, jika tenaga pendidik masih tersedia, pembelajaran masih bisa tetap berlanjut. Seyogyanya perhatian terhadap peningkatan profesionalisme tenaga pendidik tidak boleh mengalami pasang surut, karena tenaga pendidik pofesional adalah ruhnya pendidikan. Wallahu ‘alam.

(Penulis Kepala SMAN 1 Cipeundeuy KBB, Pengurus PGRI Kab. Cianjur)

No comments:

Post a Comment

JURUSAN REKAYASA INFORMASI

Oleh: Dr. Toto Suharya, S.Pd., M.Pd. Rekayasa informasi perlu jadi mata pelajaran di sekolah-sekolah. Sudut pandang, cara berpikir, persepsi...