Sunday, March 29, 2020

CORONA PENYELAMAT DUNIA PENDIDIKAN

Oleh: Toto Suharya

Ditengah-tengah wabah Virus Corona tahun 2020, ternyata dunia pendidikan mendapat kesempatan untuk melakukan perubahan. Pembelajaran online dan dihapuskannya UN dari sistem pendidikan. Ujian Nasional itu sudah usang dan jauh dari harapan pendidikan abad industri 4.0. Corona telah memaksa UN dihapuskan yang bertahun-tahun tidak menghasilkan apa-apa bagi dunia pendidikan, kecuali gengsi dan anggaran.  

Tulisan ini saya buat untuk bahan rekomendasi Asosiasi Kepala Sekolah Indonesia (AKSI) kepada Presiden Republik Indonesia melalui Bapak Menteri Pendidikan. Mudah-mudahan tulisan ini menjadi bahan pertimbangan yang bisa meyakinan bahwa rendana DPR dan Mendikbud menghapus UN adalah langkah benar.

Menyimak hasil rapat daring Mendikbud dengan Komisi X DPR RI yang diposting di media sosial, bahwa berangkat dari kekhawatiran penyeberan COVID-19 pada saat pelaksanaan UN tahun ini, kemudian rapat mengarah kepada penghapusan UN dalam sistem pendidikan nasional di Indonesia. Menyikapi hasil rapat di atas, DPP AKSI memberikan rekomendasi bahwa penghapusan UN dalam sistem pendidikan nasional dinilai sebagai langkah tepat untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan meningkatkan daya saing lulusan pendidikan kita di tingkat internasional. Rekomendasi tersebut didukung oleh lima argument ilmiah yang penulis jelaskan di bawah.


Pertama, David McClelland (dalam Stanley, 2015, hlm. 84-85) menjelaskan bahwa para peneliti mengalami kesulitan menunjukkan bahwa nilai ujian di sekolah punya kaitan dengan prilaku lain yang penting, selain uji kecakapan. Masyarakat umum dan banyak psikolog serta pejabat kampus menerima fakta bahwa nilai ujian hanya dapat meramalkan prestasi anak di sekolah, tetapi tidak meramalkan sukses dalam prilaku dan prestasi lainnya. Murid dengan indek kumulatif prestasi yang lebih rendah dari hasil penelitian, kehidupan ekonomi mereka sama baik dengan murid yang memiliki nilai prestasi sangat baik.  Kondisi ini menandakan bahwa UN yang diagendakan sebagai kegiatan berbiaya besar tidak menghasilkan prestasi apa-apa kecuali prestasi anak di sekolah.

Kedua, era industri 4.0 ditandai dengan abad entrepreneur. Dari 733 entrepreneur (miliarder) yang disurvey untuk merespon 30 faktor kesuksesan, respon dengan rengking tertinggi mengarah kepada kepemilikan tentang kecerdasan sosial, kreativitas, kepemimpinan, dan guru (mentor) yang baik, sementara kecerdasan intelektual berada pada urutan ke-21. (Stanley, 2015, hlm. 48). Hasil penelitian ini memberikan pemahaman bahwa UN yang menguji kecerdasan intelektual sudah ketinggala zaman.

Ketiga, eksistensi masyarakat jejaring. Menurut pandangan folosofi strukturalisme sebuah unsur (individu) hanya bisa dimengerti melalui keterkaitan  (inter connectedness) antar unsur (manusia) lain. (Kuntowijoyo, 2007, hlm. 32). Pengembangan kompetensi manusia tidak lagi bersifat parsial terpusat, tetapi harus menyeluruh berdasarkan potensi dominan dari sembilan kecerdasan yang dimiliki anak-anak. Untuk itu UN tidak lagi mencerminkan pendidikan yang berpusat pada potensi anak, tapi bersifat penyamarataan yang merugikan potensi-potensi perkembangan psikologi anak, yang menurut Howard Gardner ada sembilan kecerdasan yaitu, logis, linguistik, spasial, musikal, kinestetik, naturalis, intrapersonal, interpersonal, eksistensial atau spiritual. (Baihaqi, 2014, hlm. 164).

Empat, piramida kebutuhan terbalik. Manusia-manusia yang dibutuhkan abad industri 4.0 bukan mereka yang bisa menjawab ujian dengan baik, tapi mereka yang bisa menyelesaikan masalah-masalah sosial dan lingkungan yang ada di masyarakat. Kebutuhan dasar manusia bukan pada makan, minum, kemananan, dan kenyamanan, melaikan pada sejauhmana dia bisa beraktualisasi, bermanfaat bagi lingkungan dan kemudian dihargai. Manusia ini oleh Victor Frankl disebut sebagai Man’s Search for Meaning. (Marshal & Johar, 2007, hlm. 47). Pelaksanaan UN tidak memberikan makna (value added) apa-apa bagi anak-anak dan lingkungannnya.

Lima, paradigma sistem. Berdasar penemuan fisika kuantum, manusia (benda) bukan bagian terpisah dari sistem alam. Keberadaan manusia bisa dipahami sebagai interkoneksi atau saling keterhubungan antar aneka proses observasi atau pengukuran. (Capra, 2002, hlm 49). Pengukuran melalui UN yang parsial dapat mendominasi seluruh pengukuran kecerdasan anak-anak sehingga dapat mengkerdilkan potensi anak-anak yang lainnya. 

Demikian rekomendasi terhadap rencana pemerintah menghapus UN dalam sistem pendidikan nasional. AKSI selanjutkan mengusulkan untuk memperkuat kelembagaan sekolah dengan meningkatkan layanan proses pendidikan, dan menata distribusi kualitas guru serta kepala sekolah. AKSI berkomitmen untuk menjadi penggerak menjaga dan mengawal kebijakan-kebijakan pemerintah pusat dan daerah dalam meningkatkan kualitas pendidikan guna menyambut Indonesia Emas tahun 2045 serta mencetak lulusan berdaya guna ditingkat global dan selalu menjaga keutuhan NKRI.

Semoga Allah Swt. Tuhan Yang Maha Esa memberi kemudahan dan kelancaran kepada kita semua. AKSI luar biasa! SDM Unggul! Indonesia maju! Walalhu ‘alam.

(Penulis Sekretaris I DPP AKSI)

No comments:

Post a Comment

OTAK PEMBENTUK KARAKTER

Oleh: Dr. Toto Suharya, S.Pd., M.Pd. Prilaku seseorang dapat dipahami dari prilaku otak. Pembentukkan karakter seseorang dibentuk di otak. P...