Oleh: Toto
Suharya
Di kampus ada orang Korea yang ikut studi di Program Studi Pendidikan
Sejarah. Pertama kali kuliah, dia merasa tidak nyaman dengan kegiatan
perkuliahan yang selalu tidak tepat waktu. Namun setelah menjelang dua tiga semester mulai menikmati hidup santai ala Indonesia. Bahkan sekarang dia mulai
kecanduan hidup ala Indonesia, dan berencana menetap di Indonesia. Dia berkata baru bisa menikmati hidup setelah di Indonesia. Di negara asalnya setiap hari
hidupnya dipenuhi dengan targer-target pekerjaan yang membuat dirinya tertekan
dan stress.
Sejak lama saya mengamati masyarakat Indonesia dan pernah terlontar pemikiran
bahwa hidup manusia di suatu negara pasti berbeda-beda. Seperti pepatah mengatakan "lain ladang
lain belalang". Hidup manusia dipengaruhi oleh lingkungan di mana dia tinggal. Kondisi alam, iklim,
cuaca, budaya, pemahaman agama, tingkat ekonomi, pendidikan, pengetahuan, adalah faktor-faktor yang memengaruhi prilaku manusia.
Ibn Khaldun dalam bukunya Mukaddimah (2002) menjelaskan
bagaimana perbedaan masyarakat suku pedalaman dengan perkotaan. Masyarakat
pedalaman yang hidup dalam kondisi ektrim, memiliki daya tahan lebih kuat dari
penduduk kota yang selalu dilayani dengan kemapanan. Kondisi nyaman yang
dinikmati oleh masyarakat kota menjadi sebab kelemahannya dalam bertahan hidup.
Demikian juga hasil studi Andersen et. all. (dalam Mulyana,
2010, hlm. 276) dijelaskan bahwa masyarakat di garis lintang utara lebih
terstruktur, lebih tertata, lebih terkendali, dan lebih terogranisasi karena
orang-orangnya harus bertahan hidup melewati musim dingin yang keras, sebaliknya
negeri-negeri di garis lintang selatan boleh jadi menghasilkan budaya
ektravaganza sosial yang tidak punya kecenderungan yang kuat untuk menata dunia
mereka. Orang-orang di iklim dingin lebih banyak merencanakan hidup untuk
menghadapi musim dingin, lebih berorientasi pada tugas, dan kehidupannya sangat
pribadi, sementara orang-orang yang tinggal di iklim hangat lebih banyak akses
satu sama lain sepanjang tahun, dan hubungan antar pribadi lebih hangat.
Perbedaan lingkungan tempat tinggal ternyata memberi warna kehidupan
masyarakat berbeda dalam beraktivitas. Budaya masyarakat di daerah dingin,
mereka lebih tertib dan sangat menghargai waktu. Ketertiban dan ketaatan
terhadap aturan yang sudah disepakati menjadi faktor penting dalam mengatur
aktivitas antar manusia. Penghargaan terhadap hak-hak pribadi sangat dijunjung
tinggi.
Budaya disiplin tinggi masyarakat di iklim dingin terlihat berbeda ketika melihat masyarakat di iklim hangat. Budaya
antri tidak dikenal dalam budaya iklim hangat. Indonesia mewakili daerah iklim hangat
yang masyarakat di dalamnya hidup secara unik. Masyarakat Indonesia yang hidup
di iklim hangat memiliki banyak waktu dalam mengerjakan tugas. Dalam pekerjaan mereka
lebih mengutamakan hubungan antar pribadi dibanding pada target pekerjaan. Tugas-tugas
tidak terlalu berorientasi pada hasil tetapi pada bagaimana menjaga hubungan
antar pribadi tetap hangat.
Ketika wabah Virus Corona menyebar ke seluruh dunia. Media-media
sosial menginformasikan bagaimana kegemparan terjadi di China, Italia, Singapura, yang telah lebih dulu mendapat serangan wabah Virus Corona mematikan. Untuk menghindari penyebaran
wabah penyakit Virus Corona, mereka benar-benar mendengarkan instruksi
pemerintahnya dengan melakukan isolasi diri selama 14 hari. Jalan-jalan sepi dari
kendaraan, kondisi kota benar-benar seperti kota mati.
Ketika wabah penyakit Virus Corona mulai sampai ke Indonesia.
Perintah isolasi diri selama 14 hari diinstruksikan oleh pemerintah kepada masyarakat.
Sekolah-sekolah diperintahkan tutup, anak anak belajar di rumah melalui bantuan jaringan
internet, para guru dan pegawai ditugaskan bekerja dari rumah, dan kegiatan-kegiatan
kerumunan, serta keramaian yang memungkinkan dapat menjadi sebab penularan Virus Corona, dibatalkan dan dilarang.
Masyarakat di daerah iklim hangat sangat berbeda dengan iklim
dingin. Instruksi bahaya wabah dari pemerintah diterima dengan tenang dan
santai. Aktivitas di jalan raya masih tetap padat, tukang ojeg online masih beroperasi
dan bercanda ria menjaga hubungan mereka tetap hangat. Shalat berjamaah di
beberapa tempat masih tetap berlangsung sekalipun fatwa dari otoritas agama
Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah diinstruksikan untuk sementara dihentikan.
Acara pernikahan masih tetap berjalan dan undangan pun masih berdatangan. Anak-anak
remaja masih berboncengan berdua-duaan dengan mesra, seperti sedang tidak terjadi
serangan wabah penyakit Virus Corona yang bisa membuat negara lumpuh. Acara
peringatan hari besar keagamaan pun tetap berlangsung meriah.
Ulama besar yang sudah khawatir dengan kondisi wabah penyakit dapat menyebar, terus mengingatkan umatnya untuk mematuhi apa yang dianjurkan
oleh pemerintah. Namun upaya tersebut terlihat mengalami kegagalan karena di
lapangan tidak terjadi kesepahaman. Larangan shalat berjamaah dan mengurung
diri selama 14 hari dianggap sebagai tindakan tidak masuk akal dan telah
mengganggu kehangatan mereka dalam berekstravaganza bersama teman-teman dan Tuhannya.
Budaya masyarakat di daerah garis lintang selatan memang
terlihat santai dalam menghadapi permasalahan. Pengaruh iklim terlalu kuat
memengaruhi prilaku masyarakat di lintang selatan. Perlu tindakan ekrtavaganza. Solusi menghindari wabah
dengan mengisolasi diri 14 hari di rumah mungkin hanya salah satu alternatif dalam menghadapi wabah penyakit Virus Corona. Solusi lainnya adalah menyediakan
tenaga-tenaga medis dengan merekrut relawan-relawan di seluruh pelosok dan
menyediakan rumah-rumah sakit dadakan darurat dari tenda-tenda di setiap
puskesmas untuk antisifasi menampung banyak penduduk yang terkena wabah.
Persiapan ekstrim dalam menjaga wabah akan membantu
sosialisasi kepada masyarakat di iklim hangat menjadi tampak serius. Pola-pola
ini akan ikut membantu masyarakat iklim hangat mengerti bahwa apa yang sedang
mereka hadapi sangat serius dan berbahaya. Masyarakat Indonesia adalah
masyarakat santai, tetapi bukan tidak punya kepedulian terhadap masalah yang
dihadapinya.
Karatkeristik masyarakat iklim dingin dan iklim hangat
berbeda. Jadi masalahnya bagaimana metode memberikan pemahaman sebuah permasalahan
kepada mereka supaya terkomunikasikan dengan cepat. Jika pada masyarakat iklim
dingin yang sangat personal satu kali instruksi masalah dapat cepat dipahami, namun pada
masyarakat iklim hangat masalah dapat diselesaikan dengan beberapa alternatif instruksi,
bersifat gerakan massal, dan harus dibuat ekstrim.
Namun demikian apa pun yang dilakukan pemerintah dalam
menangani sebuah kasus terkait dengan citra negara di dunia internasional, terutama
kepentingan pertumbuhan ekonomi yang sedang jadi ukuran perkembangan negara di
abad ke-21 sekarang. Peran pemerintah yang super kreatif menjadi faktor penting
untuk mengelola masyarakat iklim hangat yang selalu kreatif mencari kehangatan.
Wallahu’alam.
(Head Master Trainer Logika Tuhan)
Daftar pustaka
Khaldun, I.
(2002) Mukaddimah. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
Mulyana, D.
(2010) Komunikasi Linta Budaya. Bandung: Rosdakarya.
No comments:
Post a Comment