OLEH: MUHAMMAD PLATO
Menyimak podcast Dahlan Iskan
dengan Kiai Asep Saifuddin, saya menemukan kisah-kisah utusan yang dijelaskan
di dalam Al-Qur’an. Saya nikmati kisah ini hingga tergerak untuk menuangkannya dalam
tulisan, agar pelajaranya tersebar luas dan bermanfaat terutama untuk diri
saya.
Kisah Kiai yang penuh dengan
kesulitan dan berakhir dengan penuh berkah dari Allah swt adalah pelajaran
logika dari Allah swt tentang kehidupan. Pelajaran logika kehidupan dari Allah swt
adalah kesulitan yang berhasil dijalani dengan tetap berada di jalan Allah swt adalah
penyebab keberkahan rezeki dari Allah swt. Logika ini sudah dijelaskan di dalam
Al-Qur’an, bahwa kesulitan adalah sebab dan kemudahan adalah akibat.
Karena sesungguhnya sesudah
kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.
(Alam Nasyrah, 94:5-6).
Perjalanan panjang Kiai Asep
menemui teman-temannya di Jawa timur, Jawa Barat, Jakarta, dan Sumatera seperti
melihat bagaimana kisah Nabi Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Muhammad dan para utusan
lainnya. Perjalanan hijrah dari satu tempat ke tempat lain dijalani dengan
penuh kesulitan, kesederhanaan, dan penderitaan. Namun perjalanan itu tidak mencari tujuan atas
kehendak dirinya tetapi atas dasar kehendak Allah swt dengan jalan Istikharah. Perjalanan
hijrah adalah kisah yang harus ditempuh oleh manusia agar manusia banyak
belajar dari berbagai macam situasi dan orang.
Dalam kondisi yatim, Kiasi Asep Saifuddin selalu menjaga dirinya untuk tidak minta dan dikasihani orang lain. Dua hari tidak makan hanya minum air keran, demi harga dirinya Beliau memakan nasi-nasi bekas dikuali sambil membersihkan kuali agar siap kembali digunakan. Itupun dilakukannya dalam kondisi sepi malam supaya tidak mendapat perhatian orang.
Kisah unik lainnya adalah Beliau
tidak pernah lepas dari istikharah dalam mengambil keputusan. Dalam kondisi
sulit atau senang ketika mau mengambil keputusan selalu diawali dengan shalat
instikharah. Shalat istikharah adalah doa minta petunjuk agar segala keputusan
yang diambil baik berdasar mimpi, hasil pertimbangan rasional, atau pun faktor
lainnya berharap selalu mendapat bimbingan Allah. Ketika berada di Sumatera dan
beristikharah, Beliau melihat ibunya melambai-lambaikan tangan. Tanda itu
beliau baca sebagai akhir dari karir di Sumatera dan kembali pulang ke orang
tuanya.
Kisah Kiai Asep Saifuddin menarik
lainnya adalah ketika mencari jodoh di Jawa Timur. Dirinya selalu mengalami
kegagalan untuk menikah. Dari kejadian itu, Beliau berdoa kepada Allah “jodohkanlah
aku dengan orang yang tidak punya kekayaan, pendidikan, kedudukan, dan nasab”. Doa
ini dilantunkan karena orang-orang selalu terjebak dengan kekayaan, pendidikan,
kedudukan, dan nasab. Orang kaya akan mencari jodoh berdasar kekayaan. Orang
berpendidikan akan melihat jodoh berdasar pendidikan. Orang berkedudukan akan
melihat jodoh berdasar kedudukannya. Orang bernasab akan melihat jodoh dengan
nasabnya. Kiai Asep Saifuddin menyimpulkan bahwa pandangan orang selalu
terjebak minimal oleh empat faktor itu untuk melihat masa depan seseorang. Jadi
Beliau berdoa untuk dijodohkan dengan orang yang benar-benar menghargai dirinya
sebagai manusia yang memiliki kelebihan dan kekurangan. Akhirnya dia diberi jodoh
yang tidak memiliki kriteria sesuai dengan doanya. Istri tersebut kini menjadi partner
Kiai Asep Saifuddin dalam menebarkan ilmu dan keberkahan di muka bumi.
Pelajaran besar dari kisah
Kiai Asep Saifuddin ketika memberikan dengan ikhlas sekolah yang dibangunnya diambil
oleh pemilik tanah. Keluarga pemilik tanah mengambil alih sekolah yang
jumlahnya sudah mencapai 1500an siswa, dan hanya diberi bagian sekolah yang
hanya berisi ratusan dan tidak mendapat kepercayaan masyarakat, dan akses jalan
masuk sekolah ditutup oleh pemilik tanah. Beliau tidak mengambil langkah hukum
untuk memperkarakan kasus ini tetapi berserah diri kepada Allah dan kembali
membangun sekolah dari awal. Dalam satu tahun kondisi sekolah sudah berbalik.
Sekolah yang dikelola Kiai kembali jumlahnya ribuan dan sekolah yang sebelahnya
hanya ratusan.
Kisah ini memberi pelajaran
bahwa Allah akan menggantikan pengorbanan besar dengan keberhasilan yang besar.
Ketauhidan kepada Allah membuat Kiai Asep Saifuddin bersikap tenang, tidak
benci, dan menjalani cobaan dengan tetap optimis. Sudah ribuan siswa dan
mahasiswa dalam dan luar negeri diberi beasiswa oleh Kiai Asep. Kini Beliau
becita-cita menjadikan Indonesia sebagai pusat pendidikan Islam internasional,
dengan mendirikan kampus di isi mahasiswa dari berbagai negara di dunia.
Beliau sudah menemukan
kuncinya bahwa untuk menjadi pusat pendidikan faktor pertamanya adalah kampus
harus banyak memberikan beasiswa kepada mahasiswa internasional. Itulah yang
akan mendatangkan mahasiswa-mahasiswa dari luar negeri ke Indonesia. Yaman,
Mesir kekayaannya lebih kecil dari Indonesia, tetapi kenapa mereka bisa menjadi
pusat pendidikan Islam dunia, karena mereka memiliki beasiswa, beasiswa untuk mahasiswa
internasional. Demikian juga yang dilakukan kampus-kampus di Amerika.
Kesimpulan akhir dari kisah
Kiai Asep Saifuddin adalah keberhasilan seseorang sudah ditentukan oleh Allah. Orang-orang
sukses ditentukan Allah akan terjadi kepada orang-orang yang berakhlak baik.
Sebaik-baiknya akhlak adalah mereka yang memberi jalan kesejahteraan bagi
kehidupan orang lain.
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang shaleh bagi mereka surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; itulah keberuntungan yang besar. (Al Buruuj, 85:11) Akhlak baik adalah sebab dan sukses (keberuntungan besar) adalah akibatnya. Itulah logika Allah. Wallahu’alam.
No comments:
Post a Comment