OLEH: TOTO SUHARYA
(Kepala Sekolah, Sekretaris DPP AKSI)
Beredar berita tentang
urutan rangking dari 1000 sekolah berdasarkan hasil Ujian Tulis Bebrbasis
Komputer (UTBK). Berderet nama-nama sekolah dari urutan tertinggi sampai
terendah. Urutan nama sekolah berdasar
nilai hasil UTBK yang diumukan oleh perguruan tinggi, sebenarnya menggambarkan
apa? Jika dasarnya hasil tes akademik, maka urutan sekolah tersebut menandakan
capaian prestasi sekolah berdasarkan prestasi akademik. Ini berarti urutan 1000
sekolah dengan capaian nilai terbaik dalam UTBK menandakan pendidikan masih
berorientasi pada prestasi akademik. Hal ini mengandung arti bahwa ribuan
sekolah lainnya yang ada di Indonesia menghasilkan anak-anak dengan prestasi
akademik rendah.
Apakah sekolah-sekolah yang tidak menghasilkan prestasi akademik tinggi, telah menghasilkan anak-anak bodoh? Maslow (1954) menjelaskan “pada prinsipnya setiap bayi yang lahir terdapat kemampuan aktif kearah pertumbuhan aktualisasi potensi-potensi manusia. (Supardan, 2015, hlm. 219). “fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah.” (Ar ruum, 30:30). Fitrah dikamuskan sebagai sifat, bakat, atau pembawaan. Sifat Allah ada 99, menjadi dasar penciptaan manusia. Atas dasar itu, tugas pendidikan memfasilitasi peserta didik agar bisa beraktualisasi diri dengan sifat, bakat, potensi yang dimilikinya manusia sejak penciptaanya.
Beraktualisasi diri tidak melulu harus dilihat dari capaian prestasi akademik. Artinya prestasi akademik adalah hanya salah satu dari kecerdasan yang dimiliki manusia. Howard Gardner mengidentifikasi ada sembilan kecerdasan dimiliki manusia. Jadi selain prestasi akademik ada delapan kecerdasan yang harus diapresiasi dari manusia. Prestasi akademik tidak dapat mewakili dari seluruh kecerdasan manusia. Stanley (2015) setelah meneliti 733 orang paling kaya (miliarder), mereka tidak mengandalkan kecerdasan akademik dalam meraih kesuksesannya, mereka lebih mengedepankan kemampuan bergaul sebagai faktor pendukung dalam meraih keberhasilannya. Para miliarder menempatkan prestasi akademik pada urutan ke-21 dan sekolah ternama pada urutan ke-23.
Jadi informasi tentang
urutan sekolah terbaik berdasar capaian akademik, tidak menggambarkan kualitas
sekolah secara keseluruhan. Informasi ini hanya menggambarkan sekolah
berdasarkan satu kecerdasan saja yaitu akademik dan sangat parsial. Informasi
ini bisa menyesatkan masyarakat dan mendorong dunia pendidikan stagnan karena paradigmanya
tidak menyesuaikan dengan perkembangan zaman.
Paradigma pendidikan
abadi ke-21 adalah mengembangkan dan mengaktualisasikan sembilan potensi yang
dimiliki anak-anak didik. Dari sembilan kecerdasan yang diidentifikasi dimiliki
anak-anak, tidak mungkin dapat disamakan dengan ukuran prestasi akademik yang
hanya satu sisi. Kecerdasan-kecerdasan lainnya perlu dikembangkan dan diukur
sehingga akan lebih banyak prestasi anak-anak berdasarkan potensinya yang dapat
diapresiasi. Itulah mengapa ada pendapat bahwa, “sekolah-sekolah ternama banyak
menghasilkan anak-anak bodoh, karena yang terbaik hanya ada pada peringkat
tertinggi secara akademik”. Informasi yang menggambarkan urutan 1000 sekolah
berdasarkan rangking prestasi akademik, telah menjudment ribuan sekolah
menghasilkan anak-anak bodoh.
Jack Ma mengatakan
“siswa-siswa paling pintar di sekolah biasanya mudah frustrasi jika menghadapi
masalah di dunia nyata” (Clark, 2017, hlm. 137). Siswa-siswa pintar tidak mau
bekerja memulai karir dengan gaji rendah. Siswa-siswa pintar tidak mau merintis
usaha dari bawah. Mereka rata-rata ingin memulai sesuatu dari tempat nyaman.
Siswa-siswa pintar tidak tertarik pada wirausaha karena tidak mau menghadapi
kesulitan dan menderita. Dapat dipahami mengapa para peraih prestasi akademik
tidak mau turun ke sawah, kebun, pasar, dan lapangan untuk menciptakan lapangan
kerja.
Itulah sebab mengapa
selama ini, sekolah-sekolah yang melahirkan siswa-siswa cerdas akadmeik tidak
banyak melahirkan banyak entrepreneuer di negeri ini. Sebaliknya siswa-siswa
yang ditempa dengan kesulitan hidup dan tidak memiliki prestasi akademik, lebih berani menciptakan lapangan pekerjaan
sekalipun berangkat dari jalanan dan kaki lima. Siswa-siswa dengan prestasi
akademik rendah lebih berani menghadapi risiko hidup dan kesulitan yang harus
mereka hadapi.
Perangkingan sekolah
berdasarkan hasil ujian akademik tidak lagi popular di abad ke-21.
Sekolah-sekolah harus lebih kreatif mengeluarkan rangking-rangking siswa
berdasarkan multi pendekatan mengacu pada kecerdasam majemuk yang dimiliki
siswa. Sekolah-sekolah tidak lagi perlu mengejar target-target akademik sebagai
ukuran sukses sebuah sekolah, tetapi harus berinovasi mengeluarkan
rangking-rangking siswa berdasar keunggulan dilihat dari kecerdasan majemuk.
Berdasar hasil penelitian
Masaru Emoto (2016) air bereaksi dan membentuk hexagonal berbeda-beda
sesuai dengan jenis getaran suara yang dia terima. Demikian juga dengan
siswa-siswa kita, mereka memiliki karakter berdasarkan pada latar belakang pengetahuan,
lingkungan keluarga, masyarakat, dan lingkungan sekolah. Keberhasilan siswa
tidak disebabkan oleh sebab tunggal. Oleh karena itu pendidikan harus lebih
holistik dan harus banyak memperkenalkan berbagai sudut pandang yang dapat
menggambarkan keberhasilan siswa.
Penyeragaman prestasi
anak dari sudut pandang akademik yang selama ini terus dipromosikan, ternyata
tidak banyak menghasilkan bangsa cerdas, karena siswa berprestasi akademik jumlahnya
sedikit. Selama ini pendidikan telah gagal mencerdaskan masyarakat, karena
diluar prestasi akademik sebagian besar siswa dianggap bodoh dan dunia
pendidikan berpuluh-puluh tahun menganggap sebagian besar siswa-siswa kita bodoh
karena sudut pandang yang sempit dan bodoh.
No comments:
Post a Comment