OLEH: TOTO
SUHARYA
(Kepala Sekolah, Wasekjen DPP AKSI)
Salah satu literasi yang diharuskan dipahami oleh para
peserta didik saat ini adalah literasi finansial. Literasi finasial sangat
penting untuk dipahami berkaitan dengan pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani
dalam sebuah pidatonya mengatakan bahwa “perbedaan orang Indonesia dengan orang
Amerika terletak pada kerja keras. Orang Indonesia bekerja lebih keras dari
orang Amerika, namun asetnya malas. Sebaliknya orang Amerika mereka pekerja
keras biasa tapi asetnya ikut bekerja keras”.
Pernyataan Ibu Menteri saya modifikasi sedikit biar bisa lebih jelas
perbedaan prilaku antara orang Indonesia dengan orang Amerika.
Saya coba jelaskan apa yang dimaksud dengan pernyataan Ibu
Menteri Sri Mulyani. Pertama, pernyataan itu menggambarkan bahwa rata-rata
orang Indonesia kurang pandai mengelola keuangan. Gaji yang didapat dari hasil
bekerja sebulan hampir habis untuk kegiatan konsumsi, sementara untuk kegiatan
investasi atau menabung hampir tidak ada. Puluhan tahun bekerja, banyak kasus di
orang Indonesia, setelah pensiun kualitas hidupnya turun drastis karena tidak
punya dana tabungan atau investasi.
Kedua, aset orang Indonesia tidak bekerja keras karena orang
Indonesia terkenal konsumtif. Para pegawai negeri atau swasta, rata-rata kredit
dari bank untuk membeli kendaraan, bangun rumah tinggal, atau beli
barang-barang mewah. Konsumerisme terjadi karena gaya hidup orang Indonesia
cenderung mengutamakan penampilan bukan penghasilan. Secara tidak langsung kata
Lo Kheng Hong, “orang Indonesia lebih mementingkan terlihat kaya dari pada
menjadi kaya”.
Ketiga, orang Indonesia dari tujuan hidupnya lebih suka bekerja dari pada menciptakan lapangan pekerjaan. Hal ini dapat dibuktikan di sekolah ketika ditanya tujuan selanjutnya setelah lulus SMA/SMK masih sangat minim yang punya cita-cita menjadi pengusaha. Tujuan anak-anak yang paling banyak setelah lulus SMA/SMK adalah bekerja dan menjadi Tentara atau Polisi. Orientasinya menjadi pekerja bukan pengusaha. Secara statistik dari jumlah populasi penduduk Indonesia kurang lebh 170 juta baru 3% yang bergerak di bidang wirausaha.
Keempat, dari sudut pandang karakter, orang Indonesia sangat
takut gagal. Atas dasar itu, orang Indonesia kurang berani berspekulasi dalam
hal bisnis atau investasi. Untuk itu, karakternya lebih senang pada
pekerjaan-pekerjaan beresiko rendah untuk menghindari kegagalan. Maka
pilihannya adalah cenderung menjadi pekerja. Itulah beberapa gambaran mengapa
aset orang Indonesia tidak bekerja keras dan hidupnya cenderung biasa-biasa
saja.
Untuk mendorong orang Indonesia mau menabung atau
berinvestasi perlu pelajaran literasi finansial dan pengenalan ekonomi digital
yang sedang berkembang di abad ini. Sekolah-sekolah harus mengajarkannya sejak
dini, terutama di tingkat sekolah menengah. Investasi atau nabung saham dan
aset digital perlu diperkenalkan. Investasi saham atau aset digital sangat
cocok dengan struktur sosial masyarakat Indonesia yang kebanyakannya menjadi pekerja.
Investasi atau nabung saham dan aset digital bisa menjadi
solusi bagi para pekerja agar bisa mengelola asetnya ikut bekerja. Rendahnya
literasi finasial membuat orang Indonesia yang banyak tertipu dengan investasi
bodong dan penipuan. Investasi bodong dan penipuan ikut menunjang terhadap
kondisi masyarakat Indonesia tidak tertarik untuk berinvestasi. Literasi
finansial rendah menjadi sebab orang Indonesia menggeneralisir semua bentuk
investasi rawan penipuan, termasuk dalam investasi saham dan aset digital.
Sementara masyarakat maju seperti Amerika dan sekarang China yang ekonominya
sedang menggurita, di atas 13% dari populasi penduduknya sudah memilih
investasi saham dan aset digital sebagai sararana agar asetnya ikut bekerja
keras. Rendahnya litarasi finansial, prasangka buruk terhadap berbagai bentuk
investasi, penipuan, dan pandangan-pandangan agama yang tidak literat ikut
mendorong orang Indonesia tetap menjadi pekerja keras dan asetnya malas.
Perlu gerakan dan revolusi mental di sekolah agar orang
Indonesia terbuka wawasannya terhadap bursa saham dan berkembangnya sistem
ekonomi dan uang digital. Investasi, nabung saham atau uang digital sangat
cocok dengan budaya menjadi pekerja yang dimiliki orang Indonesia. Nabung saham
atau uang digital tidak menghalangi orang Indonesia untuk tetap menjadi pekerja keras. Nabung saham dan
uang digital bisa menjadi solusi bagi orang Indonesia yang terkenal pekerja
keras seiring dengan waktu hidupnya bisa lebih sejahtera di masa tuanya. Untuk
memahami bagaimana nabung saham dan uang digital bukan hal sulit saat ini,
kuncinya hanya di literasi karena sumber pengetahuannya sudah melimpah ruah.
Wallahu’alam.
No comments:
Post a Comment