OLEH: TOTO SUHARYA
Dampak pandemi Covid-19 paling kasat mata adalah meningkatnya angka pengangguran. Pada tahun 2020 BPS mencatat pengangguran di Jawa Barat selama Pandemi mengalami kenaikan menjadi 10, 46 persen, mengalami kenaikan 0,60 persen dari tahun. Lulusan SMK menjadi penyumbang tingkat pengangguran terbuka (TPT) di anggka 18,75 persen pada agustus 2020, lebih tinggi dari warga lulusan SD yang berada di angka 5,68 persen. Tahun 2020 jumlah angkatan kerja pada Agustus 2020 sebanyak 24,21 juta orang mengalami peningkatan 0,22 orang dari tahun 2019.
Semasa pandemi Covid-19,
peningkatan angka pengangguran terkait dengan terjadinya PHK. Ada 1.983
perusahan yang terhambat kinerjanya karena pandemi covid-19. Sudah ada 19.089
pekerja yang terkena PHK dari 460 perusahaan. (https://www.merdeka.com/peristiwa/angka-pengangguran-di-jawa-barat-naik-selama-pandemi.html).
Apa yang dapat kita ambil hikmah dari data di atas untuk pendidikan? Memprihatinkan data pengangguran lulusan SMK (18,75%) lebih tinggi dari pada lulusan SD (5,68%). Logika lucu, daya serap lulusan ke dunia kerja lebih bagus lulusan SD dibanding dengan luusan SMK. Kesimpulan lucu, jika ingin diterima kerja jangan melanjutkan sekolah ke SMK, cukup sekolah SD saja. Lulusan SMA tercatat pula sebagai penyumbang tingkat pengangguran terbuka.
Terkait dengan keberadaan
pengusaha, jika 460 perusahaan melakukan PHK sebanyak 19.089 artinya rata-rata
satu perusahaan melakukan PHK sebanyak kurang lebih 41 orang. Fakta ini menjadi
jelas bahwa para pengusaha sangat dibutuhkan posisinya untuk membantu
kesejahteraan masyarakat. Jika satu perusahaan bisa membuka lapangan pekerjaan
41 orang, berapa persen dibutuhkan pengusaha di negeri ini? Dengan populasi
pengusaha 2,5% dari 270 juta penduduk
Indonesia, seandainya satu pengusaha bisa merekrut tenaga kerja 41 orang, maka
akan ada 276.750.000 terhidupi. Artinya kita membutuhkan minimal 2,5% pengusaha
jika setiap pengusaha bisa merekrut 41 orang tenaga kerja.
Dalam sebuah webinar, Sandiaga
Uno mengatakan, 99% ekonomi Indonesia digerakkan oleh para entrepreneurship
usaha kecil, mikro dan ultra mikro. Namun sayangnya, entrepreneurship UKM di
Indonesia masih ketinggalan dibanding negara Asean lainnya. “Singapura sudah
7%, Malaysia sudah 6%, Thailand sudah 5%, sedangkan Indonesia masih di bawah
3%. (8/09/20/ https://economy.okezone.com/
diakses, 07/06/2021)
Permasalahan bagi
Indonesia untuk menjadi negara dengan kekuatan ekonomi terbesar dunia, pertama;
bagaimana meningkatkan jumlah pewirausaha dari populasi penduduk Indonesia.
Kedua; bagaimana meningkatkan kualitas para pengusaha Indonesia agar mereka
bisa merekrut tenaga kerja minimal 41 orang pekerja. Apakah yang bisa
diupayakan dunia pendidikan khususnya di level pendidikan SMA? Pada tahun 2018
dari sebanyak 131,01 juta anggkatan kerja, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)
lulusan SMA menyumbang sebanyak 7,95%. (https://nasional.tempo.co/read/1173343/lulusan-sma-penyumbang-pengangguran-terbesar/full&view=ok).
Pendidikan kewirausahaan adalah solusi tepat untuk dunia pendidikan menengah.
Perlu keseriusan di dunia pendidikan untuk mensosialisasikan pendidikan
kewirausahaan untuk meningkatkan jumlah pewirausaha secara nasional yang sudah
tertinggal dari negara-negara tentangga.
Karakter Entrepreneur
Pendidikan kewirausahaan
harus dikerjakan mulai dari pengembangan pola pikir, skill, dan praktek. Tiga
ranah ini harus dikerjakan secara bersamaan dan berkelanjutan untuk
mengembangkan karakter entrepreneur. Pengembangan karakter entrepreneur harus jadi
trend pendidikan di era industri 4.0. Karakter entrepreneur adalah soft
skill yang wajib dimiliki peserta didik di abad sekarang. Para para peserta
didik yang memiliki karakter entrepreneur tidak ada istilah menganggur karena
mereka bukan pencari kerja tetapi pencipta pekerjaan.
Pengembangan pola pikir
pewirausaha bisa dilakukan melalui integrasi karakter entrepreneur ke dalam berbagai
mata pelajaran. Pengembangan pola pikir dalam berbagai mata pelajaran dengan
cara mengungkap fenomena, hukum alam dan
sosial yang dapat menjadi inspirasi untuk memahami bagaimana cara hidup
optimis, tahan derita, sabar, disiplin, kreatif dan inovatif. Pola pikir ini
harus terus di tanamkan pada peserta didik sesering mungkin sampai menjadi
mindset dan menjadi dasar dalam menentukan sikap terhadap segala masalah dan kesulitan
yang akan dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari.
Skill
adalah pengalaman kemampuan teknis yang harus dimiliki peserta didik agar
mereka punya keterampilan hidup. Keterampilan teknis dalam mengaplikasikan
berbagai macam aplikasi menjadi keniscayaan hidup saat ini. Ke depan semua
perangkat hidup manusia akan banyak bersentuhan dengan teknologi
informasi. Kegiatan ekonomi, sosial,
budaya, dan politik, tidak akan lepas dari bantuan teknologi informasi. Skill
memanfaatkan teknologi informasi dalam menyelesaikan berbagai masalah kehidupan
harus menjadi kompetensi dasar setiap peserta didik.
No comments:
Post a Comment