OLEH: TOTO SUHARYA
(Sekretaris DPP AKSI)
Menarik sekali gagasan
Rifki Okta Ketua Umum Lembaga Bantuan Hukum Siliwangi tentang proxy war.
Sebagai guru sejarah, penulis sangat mengerti apa tujuan dari proxy war.
Tujuannya adalah mengendalikan opini masyarakat untuk suatu tujuan tertentu.
Proxy war digunakan oleh negara-negara berkekuatan besar untuk berebut pengaruh
agar menjadi negara adikuasi di dunia. Dalam sejarah tercatat telah terjadi
proxy war antara blok komunis dan liberal. Perang pengaruh dilakukan melalui
pemberitaan media massa tentang segala kehebatan negara. Pamer teknologi informasi,
pamer senjata mematikan, pamer kekuatan ekonomi, pamer kerjasama politik, militer
dengan negara-negara di dunia, semua bertujuan untuk memengaruhi opini
masyarkaat agar mau bergabung dan mau menjadi kawan pendukung setia.
Di era teknologi
informasi, peran media sangat vital. Menurut Ricki Okta para awak media
dianggap sebagai anggkatan ke lima dalam menjaga kedaulatan negara. Kekuatan
para awak media dapat diandalkan untuk membentuk opini dunia tentang eksistensi
sebuah bangsa. Keberhasilan Amerika Serikat dalam memenangkan proxy war dengan Rusia,
tidak lepas dari bantuan awak media yang berhasil menyebarkan luaskan
berita-berita keunggulan Amerika Serikat bersama sekutu ke seluruh dunia. Opini
publik terbentuk dan masyarakat dunia sebagian besar menjadi pro dan menaruh
harapan pada Blok Amerika dan sekutunya.
Begitulah gambaran
sejarah tentang proxy war, yang jika kita cermati siapa yang berperan
dalam proxy war, dia adalah para awak media. Proxy war adalah perang
intelektual atau perang psikologi, dan jarang dipahami oleh masyarakat awam
yang hidup hanya cari makan semata. Perang ini sangat mengandalkan kecerdasan
intelektual dan dilakukan oleh orang-orang berotak cerdas di atas genius.
Perang ini seperti menggunakan pasukan ribuan malaikat yang tidak terlihat
tetapi akibatnya sangat mematikan.
Pemanfaatan media sebagai
alat perang, berfungsi sebagai penggiring dan pembentuk opini. Berita opini harus
mengikuti kode etik jurnaistik, tidak terlihat menyerang, mencemooh,
menjelekkan pihak lain, tetapi sebatas memberitakan fakta. Para awak media akan
memberitakan fakta sesuai dengan tujuan negara, yaitu untuk menjaga kedaulatan
dan kedamaian negara. Apakah proxy war saat ini sudah berakhir? Selama
negara memiliki kepentingan, proxy akan tetap digunakan untuk tujuan-tujuan
negara.
Untuk dunia pendidikan proxy war bisa diadaftasi sebagai program peningkatan budaya literasi peserta didik. Program ini sangat cocok dikembangkan di sekolah melihat situasi perkembangan berita di media elektronik seperti banjir bandang yang bisa meluluhlantakkan perumahan warga. Budaya literasi di sekolah diarahkan untuk memberitakan hal-hal positif tentang dunia pendidikan di Indonesia, ditulis dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar, dan mengikuti kode etik jurnalistik.
Program proxy war di
sekolah bisa menjadi pendidikan kewarganegaraan dalam rangka menanamkan rasa
nasionalisme bagi para peserta didik. Wujud rasa cinta tanah air para peserta
didik dapat dipupuk melalui tulisan-tulisan positif tentang bangsa Indonesia
dengan mempromosikannya kepada dunia melalui media digital di sekolah-sekolah.
Program Proxy War Literasi
dapat meningkatkan kemampunan intelektual peserta didik karena mereka dituntut
untuk berpegetahuan positif dan selalu menulis dan membaca. Kepemilikan
pengetahuan para peserta didik adalah modal kedaulatan bangsa. Melalui
pemanfaatan media informasi digital, peserta didik bisa berkarya secara intelektual
tanpa batas. Kreatifitas peserta didik melalui karya tulis dapat membantu para
peserta didik mengembangkan wawasan kebangsaan dirinya sebagai bangsa
Indonesia.