Oleh: Toto Suharya
(Pengurus MKKS Provinsi Jawa Barat)
Ide menarik yang
diperkenalkan dalam diskusi dengan Tim Dirjen Paud Dikdasmen, pada hari Jumat,
30 Oktober 2021, di Bandung. Diskusi menyoroti antara lain dampak dari PPDB Zonasi.
Dampak PPDB zonasi bukan hanya bentuk fisik heterogennya kemampuan peserta
didik di sebuah sekolah. Dampak serius dari PPDB adalah terjadinya perubahan
paradigma pendidikan di sekolah yang harus dipahami oleh semua stake holder
pendidikan. Beranekaragamnya kecerdasan
peserta didik di setiap sekolah, menuntut kepala sekolah dan guru-guru, mengubah
sudut pandang terhadap seluruh peserta didik sebagai manusia yang memiliki kecerdasan
dan berhak untuk tumbuh dan berkembang dengan kecerdasan yang dimilikinya.
Filosofi Ki Hadzar
Dewantara, “semua makhluk adalah guru semua ruang ada kelas”, merupakan
pandangan universal yang memberi arah berpikir bahwa kita tidak boleh
merendahkan manusia bagaimanapun kondisinya. Pandangan yang membumi ini, di
dukung oleh penemuan Howard Gardner terkait dengan multiple intelegent
(kecerdasan majemuk), bahwa setiap diri peserta didik memiliki minimal sembilan
kecerdasan. Kecerdasan akademik yang selama ini diukur dengan tes-tes tertulis
tidak cukup mengukur dan mengidentifikasi kecerdasan majemuk yang dimiliki
peserta didik. McClelland mengatakan, skor ujian akademik hanya bisa
membuktikan peserta didik berprestasi di sekolah, tetapi tidak dapat dijadikan
ukuran untuk sukses di masyarakat.
Di abad kreatif, penghargaan masyarakat bukan lagi pada juara prestasi akademik atau lomba-lomba, tetapi keterampilan hidup apa yang dimiliki agar bisa bekerjasama dan membantu sesama. Perusahaan-perusahaan teknologi informasi kelas dunia saat ini sudah mulai melakukan perubahan dalam rekrutmen tenaga kerja. Mereka tidak terlalu mempermasalahakan status akademik tetapi sejauh mana tenaga kerja yang akan direkrut memaham dan menguasai pekerjaan yang akan dilakukannya.
Kondisi ini menjadi
tantangan serius bagi dunia pendidikan. Para pengelola dan praktisi pendidikan
harus melakukan refleksi terkait dengan tujuan, proses, dan evaluasi pembelajaran
yang selama ini dilakukan dan apa yang harus dilakukan? Pertama, cara pandang
kita terhadap peserta didik harus diubah. Yohanes Surya mengemukakan cara
pandang yang harus kita miliki saat ini, “tidak ada anak yang bodoh kecuali
mereka tidak punya kesempatan dengan guru yang baik”. Guru yang baik adalah
mereka yang memberikan materi ajar, pendekatan belajar, dan evaluasi belajar, yang
sesuai dengan karkateristik dan kebutuhan peserta didik.
Kurikulum multi track
adalah jawaban yang bisa kita implementasikan dalam kurikulum di sekolah. Gagasan
ini sudah dilakukan melalui kurikulum double track di Jawa Timur.
Peserta didik selain mendapat layanan pendidikan akademis diberi tambahan
dengan pembelajaran kursus-kursus singkat yang melatih kemampuan hard skill,
yang bisa jadi modal keterampilan hidup ketika kembali ke masyarakat. Kurikulum
multi track adalah pengembangan konten pembelajaran yang lebih luas
sehingga bisa mengembangkan seluruh kecerdasan yang dimiliki peserta didik.
Konsepnya sama dengan kurikulum double track, memberi skill tambahan
kepada peserta didik berkolaborasi dengan berbagai pihak bersumber pada bakat
dan minat yang dimiLiki peserta didik.
Skill tambahan yang
dimiliki peserta didik, agar kualitasnya terjamin harus melalui proses terstandar
di bawah lembaga-lembaga profesional. Dilengkapi dengan keterangan sertifikat, setelah
lulus SMA, peserta didik tidak hanya dapat melanjutkan ke perguruan tinggi,
tetapi mereka dibekali dengan hard skill yang dapat memberi mereka masuk dunia
kerja atau wirausaha.
Melalui kurikulum multi track,
peserta didik SMA dapat memilih kelas-kelas kursus tambahan sesuai dengan bakat
dan minat mereka. Kelas vocal, akustik, olah raga, desain grafis, coding, tata
boga, melukis, marketing digital, konten creator, adalah program-program multi
track yang bisa di dapat oleh peserta didik.
No comments:
Post a Comment