OLEH: TOTO SUHARYA
Tulisan ini bernagkat dari
hasil wawancara dan pengamatan, pada calon guru atau guru yang sudah terjun bertahun-tahun
di dunia pendidikan. Ilmu-ilmu dasar pendidikan yang dipelajarinya di kampus,
mereka katakana sudah lupa dan kadang susah untuk mengingatnya lagi. Penulis
merefeksi diri, bahwa sesungguhnya selama kuliah sampai di lapangan menjadi
guru, seperti tidak memiliki bekal pemahaman yang cukup tentang ilmu-ilmu dasar
pendidikan yang harus jadi pedoman ketika terjun di lapangan.
Sebuah refleksi diri terjadi
ketika menjelang tidur setelah menyelesaikan sebuah artikel tentang Tingkatan Pengetahuan
(www.logika-tuhan.com). Dalam artikel
tersebut saya bahas tingkatan pengetahuan dengan analisis dari sudut pandang agama,
fisika, dan filsafat. Selanjutnya saya beri penjelasan dengan analisis
menggunakan teori kognitif dari Bloom. Setelah membahas tingkatan pengetahuan, saya
paham dengan mendalam bahwa seluruh produk dari hasil pendidikan ujungnya adalah
pengetahuan (knowledge). Ijazah adalah tanda bahwa
seseorang otaknya berisi ilmu pengetahuan, yang akan tercermin dalam cara
bicara, bersikap, berprilaku terhadap sesama, orang tua dan anak-anak.
Seluruh aktivitas pembelajaran, melalui metode ceramah, praktek, penggunan video, rekaman, buku, modul, dll., hasil yang di dapat oleh peserta didik adalah pengetahuan. Jika demikian, seluruh urusan pendidikan terfokus pada bagian tubuh dari leher ke atas dan bagian yang paling vital di atas leher adalah otak, karena seluruh prilaku yang manusia lakukan berangkat dari perintah otak. Apa yang diperintahkan oleh otak sangat tergantung pada pengetahuan yang diolahnya. Seluruh rangkaian pendidikan dari mulai Paud, TK/RA, SD/MI, SMP/MTS, SMA/MA/MK/SLB, adaah upaya untuk menginput pengetahuan ke dalam otak para peserta didik.
Dalam sebuah penelitian, Taufiq
Pasiak mengatakan otak terbagi menjadi tiga, yaitu otak mamalia baru (otak
kreatif, logika, analisis), otak mamalia tua (perasaan), dan otak reptil (kebiasaan).
Berdasar fungsi otak di atas, pebelajaran harus mencerdaskan otak. Pembelajaran
yang mencerdaskan otak adalah kegiatan yang bisa mengaktifkan seluruh bagian otak.
Dalam teori pembelajaran, aktivitas belajar harus melibatkan tiga bagian otak
yaitu kognitif (otak mamalia baru), afektif (otak mamalia tua), dan psikomotor
(otak reptil).
Ilmu dasar yang tidak
boleh dilupakan guru-guru adalah pengetahuan memiliki tingkatan sampai enam
lapis. Teori pengetahuan ini berurutan dari level ingatan, pemahaman,
penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. Enam level tingkatan pengetahuan
ini harus diajarkan dan dilatihkan bagaimana cara mendapatkannya. Learning
how to learn adalah melatih bagaimana cara peserta didik mendapatkan
pengetahuan lapis 4, 5, dan 6. Learning how to learn, isinya adalah
mengajarkan berpikir analisis, sintesis, dan evaluasi untuk mendapatkan pengetahuan di level 4, 5,
dan 6.
Kelemahan pembelajaran
kita selama 20 tahun ke belakang adalah abai terhadap keterampilan berpikir
yang harus dimiliki peserta didik. Pengetahuan instan dari cara bernalar rendah
sering mendominasi kegiatan pembelajaran kita. Kelamahan selanjutnya adalah
pengetahuan tidak dipahami sebagai capaian penting dalam pembelajaran.
Pengetahuan dianggap sebagai bukan hasil dari proses pendidikan, maka dari itu
budaya baca dan menulis buku kurang serius dihargai di lingkungan pendidikan. Survey
kecil ketika supervisi PTMT dari 15 orang peserta didik, dengan jujur dihadapan
Tuhan nya, mereka tidak suka membaca. Peserta didik demikian juga pendidik yang
suka membaca masih jadi golongan minoritas, padahal ini dunia pendidikan.
Kelamahan lain yang
dimiliki kita adalah para pendidik sangat jarang sekali menguasai pengajaran
yang mengajarkan bagaimana cara memperloleh pengetahuan level 4, 5, dan 6.
Kelamahan ini telah berdampak pada rendahnya penghargaan peserta didik pada
pengetahuan, memberi dampak pada prilaku rendahnya minat baca, rendahnya
kemampuan berpikir, dan rendahnya kemampuan bertahan dalam kondisi sulit
(survival).
Semua kelemahan pendidikan
kita, berawal dari kualitas bacaan dan rendahnya kualitas pengetahuan yang
dimiliki peserta didik. Pengetahuan yang dimiliki peserta didik adalah kualitas
pengetahuan awam, pengetahuan pasaran, pengetahuan murahan, yang tidak bisa
digunakan untuk menyelesaikan masalah ketika peserta didik kembali ke masyarakat.
Pengetahuan murahan hanya diakses dari televisi, berita koran, dan chating
media sosial, diakses dengan menggunakan kemampuan otak level rendah. Semua
kembali pada ilmu kependidikan yang harus ajeg dimiliki setiap pendidik.
Salah satu Ilmu yang ajeg
dan tidak boleh dilupakan guru adalah teori kogintif dalam pembelajaran. Ilmu
ini dilupakan karena kesalahpahaman. Dikira teori kognitif hanya mewakili kemampuan
otak dalam berlogika, analisis, dan sintesa, padahal merasa, benci, cinta, dan munculnya
manusia-manusia berkarakter baik adalah bagian dari bekerja dan berfungsinya otak.
Pengetahuan sebagaimana menurut Sorokin, bisa di dapat melalui penalaran otak
mamalia baru, bisa di dapat dengan perasaan (otak mamalia tua), dan bisa di
dapatkan dengan cara melakukan (otak reptil). Oleh karena itu, pembelajaran
harus memenuhi karakteristik ketiga fungsi otak. Di wilayah otak mamalia muda,
pembelajaran harus melatih bagaimana peserta didik mendapat pengetahuan sampai
pada pengetahuan dengan kualitas level enam. Di wilayah otak mamalia tua,
pembelajaran harus bisa memberikan efek senang, riang, dan gembira. Untuk itu
informasi yang masuk ke otak harus dipilih, informasi-informasi yang
benar-benar membawa kebaikan dan harapan bagi para peserta didik. Pada wilayah
otak reptil, pembelajaran harus menghadirkan informasi-informasi yang
menstimulus peserta didik untuk berani melakukan, berani mencoba hal-hal yang
baik dan mengulanginya.
No comments:
Post a Comment