Sunday, December 26, 2021

ADA GURU YANG TIDAK PERNAH NGAJAR

Oleh: Toto Suharya

Banyak orang berpendapat bahwa karakter tidak bisa diajarkan, karena karakter seharusnya dilakukan. Bagi yang tidak paham pendidikan pernyataan ini bisa saja benar, dan parahnya pendidikan karakter seolah-olah tidak butuh pengetahuan. Muncullah masalah bahwa pendidikan saat ini teralu fokus pada pengetahuan dan tidak mengajarkan tentang karakter. Akhirnya ramai-ramailah menghujat pembelajaran kognitif sebagai biang kerok pendidikan tidak berkualitas.

Menarik untuk disimak teori pengetahuan dari Descartes, “semua aksi fisik merupakan akibat. Semua akibat terjadi sebagai sebuah wujud dari pikiran” (Russel, 2016). Pernyataan Descartes ini akan menjebak kita pada subjektivitas yang tinggi, mengarah pada pengkultusan pikiran sebagai sebab. Namun pesan yang harus kita tangkap di sini adalah kemampuan berpikir pada manusia menjadi hal penting dalam memahami realitas dan bahkan memahami keberadaan Tuhan. Sebagaimana di dalam kita suci Al-Qur’an Allah memerintahkan berulang-ulang pada manusia untuk berpikir. Intinya, berpikir menjadi faktor penting bagi peningkatan kualitas manusia terutama digunakan dalam dunia pendidikan.

Imanuel Kant memandang bahwa seluruh perubahan berlangsung sesuai dengan hukum hubungan sebab dan efek. Sementara Al-Gazhali menolak hukum kausalitas karena khawatir manusia akan terjebak pada kebenaran kausalitas yang hanya dilihat dari fakta empiris, sehingga mengabaikan kebenaran-kebenaran ilahiah (Abdullah, 2002). Penulis berpandangan bahwa kausalitas harus dipandang sebagai kehendak Tuhan. Jadi segala sesuatu yang terjadi tidak akan lepas dari kehendak Tuhan. Dengan demikian setiap kejadian yang dipahami secara faktual pada hakikatnya adalah dari Tuhan. Lantas tidak menjadi manusia harus berhenti memahami kausalitas-kausalitas di alam, karena Allah menciptakan miliaran bahkan triliunan kausalitas yang saling berhubungan.

Akal, alam, dan Tuhan adalah tiga objek yang pasti selalu mewarnai tindakan manusia. Pandangan saya dalam hal ini, Tuhan adalah sebab, sementara pikiran dan alam nyata adalah kehendak-Nya. Manusia diberi kemampuan untuk menggali berbagai pengetahuan dari akal dan alam. Tuhan menjadi sebab utama, sementara akal (pikiran) dan alam (tindakan) adalah akibat. Sementara apa yang dilakukan manusia dan terjadi di alam berlaku sebab akibat sesuai ketentuan Tuhan Yang Maha Luas Pengetahuannya. Sepertinya pendapat saya seperti keterpkasaan manusia pada Tuhan, namun tidak demikian karena Tuhan Maha Luas Pengetahuannya.

Kembali pada pengajaran karakter, dengan padangan di atas saya menyimpulkan bahwa seluruh prilaku manusia adalah akibat dari pengetahuan yang dipikirkannya. Sekalipun ada tindakan-tindakan yang tidak disadari, bukan berarti tidak ada keterlibatan pikiran. Tindakan-tindakan yang tidak disadari adalah sebuah tindakan berdasar pengetahuan yang telah melalui proses pemikiran dengan kecepatan tinggi. Pada awalnya anak kecil tidak tahu api panas, pada saat menyentuh api pikirannya memperoses dengan cepat sehingga menghasilkan gerakan reflek. Pengetahuan ini tersimpan dan selanjutnya anak akan menjauhi api berdasarkan pengetahuan yang telah dimilikinya. Oeh karena itu, pendidikan adalah mengajarkan anak-anak untuk melakukan hal-hal yang baik yang bisa membawa keberuntungan dirinya, dan menjauhi perbuatan-perbuatan buruk yang dapat merugikan dirinya.

Dalam hal ini saya ingin menyampaikan, bahwa dalam kontek pendidikan, pendidikan karakter tetap pada dasarnya bermuara pada seperangkat pengetahuan yang harus dimiliki anak-anak agar dengan pengetahuan tersebut anak-anak bisa melakukan hal-hal yang baik untuk dirinya dan bermanfaat bagi orang lain. Jenis pengetahuan dalam pendidikan terbagi menjadi tiga yaitu, pengetahuan untuk melatih kemampuan berpikir (fokus pada teori mata pelajaran), pengetahuan untuk menimbulkan efek senang (fokus pada harapan-harapan baik di masa depan), dan pengetahuan sebagai pedoman bertindak (pengetahuan tentang pekerjaan teknis).

Dalam pandangan sekuler ketiga jenis pengetahuan di atas, pada prakteknya dikategorokan secara terpisah sehingga implentasinya terpisah-pisah. Kadang pembelajaran cenderung pada pengetahuan-pengetahuan teori pada jurusan, mata pelajaran, dan sedikit sekali memiliki pengetahuan harapan-harapan baik, dan pedoman pola tindak. Pada akhirnya pembelajaran menjadi kurang bermakna dan kegiatan yang tidak menyenangkan serta tidak menyelesaikan masalah-masalah kehidupan yang kelak dihadapi anak-anak dalam realitas kehidupan.   

Sebagai kritikan terhadap pengajaran di atas, ketiga jenis pengetahuan harus dintegrasikan dalam sebuah pembelajaran. Pembelajaran harus mengajarkan pengetahuan yang melatih nalar, membuka harapan-harapan baik dan menjadi pedoman bertindak dalam kehidupan. Pengetahuan apa yang harus diajarkan dan bagaimana cara mengajarkannya?

Pengetahuan Etika

Pengetahuan etika berisi tentang teori-teori tentang tata cara bagaimana manusia berhubungan dengan sesama manusia, alam dan Tuhan. Pengetahuan-pengetahuan ini secara sinergis bisa dijelaskan di dalam pelajaran agama dan budi pekerti. Pengajaran agama diajarkan untuk membangun harmonisasi kehidupan antar sesama umat manusia yang sama-sama menghuni satu planet bumi. Etika-etika kehidupan dalam agama bisa dijelaskan dalam bahasa logika yang mengajak kepada semua umat manusia untuk berbuat sesuatu yang memberi manfaat pada manusia dan alam sebagaimana Tuhan memerintahkan.  Semua mata pelajaran harus bisa mengupas masalah-masalah etika dari sudut pandang kajian ilmu-ilmu yang digelutinya. Pengetahuan ini akan membawa anak-anak menjadi sosok berakhlak dan beriman kepada Tuhan.

Pengetahuan harapan

Pengetahuan harapan adalah sebuah pandangan ke masa depan yang dibentuk oleh pengetahuan-pengetahuan yang membawa efek senang. Sebagaimana dalam bagian fungsi otak berfungsi mengontrol efek perasaan. Dalam dunia pendidikan diharapkan anak-anak terus diberi informasi yang dapat membawa efek senang sehingga dapat terus memotivasi anak-anak untuk semangat belajar. Pengetahuan-pengetahuan harapan itu bisa dibangun dari pelajaran agama, dan seluruh mata pelajaran yang membawa kabar baik bagi anak-anak di masa depan. Khususnya mata pelajaran sejarah, yang bisa dikemas menjadi pelajaran tentang harapan hidup di masa depan. Pengetahuan ini akan membawa anak-anak berjiwa optimis, tekun, dan produktif serta tetap beriman pada Tuhan.  

Pengetahuan Teknis

Pengetahuan teknis adalah seperangkat pengetahuan yang bermanfaat bagi anak-anak yang dapat menjadi pola tindak, berupa pengetahuan keterampilan berpikir dan keterampilan fisik mekanik. Diawali dari pelajaran agama yang mengajarkan ketermpilan berpikir, sampai kepada mata-mata pelajaran alam yang bisa mengajarkan pengetahuan keterampilan teknik. Keterampilan teknik ini menjadi modal mereka untuk bisa berkarya nyata untuk kehidupan dirinya dan orang lain. Pengetahuan ini akan membawa anak-anak menjadi manusia-manusia pekerja keras, kreatif, dan beriman kepada Tuhan.    

 Metode Pengajaran Merdeka

Pengajaran adalah sebuah tindakan kreatif dan dinamis. Untuk itu tidak akan pernah akan ada satu metode pengajaran baku yang dapat terus menerus dilakukan secara seragam oleh semua guru. Pengajaran sangat subjektif dan tergantung kepada siapa pelakunya. Sekalipun guru distandardisasi melalui program sertifikasi, tidak berarti setiap guru akan bertindak sama dalam pelaksanakan pengajarannya. Standardisasi hanya bisa dilakukan pada tataran kerangka berpikir substansi pengetahuan apa yang harus dialkukan agar pengajarannya punya efek sama pada anak-anak. Tiga jenis pengetahuan yaitu etika, harapan, dan teknis adalah standardisasi bagi siapa saja guru yang akan melakukan pengajaran.

Pada tataran aplikasi guru memiliki kebebasan untuk mengajarkan ketiga pengetahuan di atas dengan berbagai macam gaya dan pendekatan. Guru merdeka, seperti ada beberapa orang yang akan berenang menyebarang sungai, setiap orang tentu diberi kebebasan untuk menggunakan berbagai macam gaya yang dikuasinya yang penting bisa menyebrang sungai. Guru tidak seperti orang yang mau lomba renang, untuk menuju suatu tujuan harus menggunakan gaya yang sama.  Untuk itu, pendidikan bukan lomba tetapi sebuah kerjasama untuk melahirkan tujuan yang sama dengan memberi kebebasan untuk mengajarkan tiga pengetahuan sesuai dengan kompetensi guru yang dimilikinya.

Idealnya dalam setiap pengajaran, guru memberi masukkan ketiga ranah pengetahuan yang harus dimiliki anak. Pendekatan yang digunakan adalah pengajaran terpadu berbasis pada tema. Namun demikian ada keterbatasan para guru mengajar dengan model ini. Bagi mereka yang memiliki keterbatasan dalam mengajarkan model terpadu, secara parsial masih bisa dilakukan hanya tetap tiga ranah pengetahuan etika, harapan, dan teknis harus menjadi kerangka acuan dalam pengajaran. Dalam pendekatan parsial agama bisa mengajarkan etika-etika kehidupan, sejarah, sosiologi, geografi bisa mengajarkan harapan-harapan hidup sejahtera, dan matematika, fisika, kimia, biologi bisa mengajarkan hal-hal teknis yang bisa mendorong mereka untuk berkarya.

Model Guru Pengajar Karakter

Esensi pendidikan adalah mengajarkan karakter. Dari tiga jenis pengetahuan yang saya kemukakan adalah tujuannya mengajarkan agar anak-anak berkarakter. Harus kita sepakati bahwa apa-apa yang kita kerjakan tidak lepas dari pengetahuan yang diolah jadi pikiran dan jadi kelakukan. Ini adalah pengalaman seorang guru di Ciamis Jawa Barat dalam mengajarkan karakter. Menarik sekali apa yang dikatakan guru tersebut, “saya adalah satu-satunya guru yang tidak pernah mengajar”. Setelah saya dalami ternyata apa yang dikatakan “tidak pernah mengajar” adalah kiasan karena selama ini mayoritas guru memiliki pandangan sama tentang mengajar, yaitu menyampaikan materi sesuai dengan mata pelajaran. Materi peajaran secara berurutan harus disampaikan sesuai dengan dokumen kurikulum. Pandangan ini menjebak guru-guru bahwa mengajar sebatas menyampaikan materi pelajaran dan tidak mengandung pengetahuan etika, harapan dan teknik. Akhirnya mata pelajaran hanya berisi pengetahuan prasyarat yang hanya memenuhi otak tidak berfungsi apa-apa dan menjenuhkan.

Pengalaman guru yang tidak pernah mengajar dijelaskan sebagai berikut; ketika saya masuk kelas, ternyata di dalam kelas tidak kondusif dan ada pelanggaran etika, “saya tidak mengajar”. Selama jam pelajaran saya akan membahas bersama anak-anak bagaimana beretika dan berpilaku agar mereka bisa hidup sejahtera di kemudian hari. Saya perkenalkan bagimana cara orang-orang bisa hidup sejahtera dengan cara hidup sesuai etika dalam berbagai aktivitas kehidupan nyata. Kebiasaan mengajar seperti ini, dipersepsi oleh guru-guru lain bukan sebagai kegiatan aktivitas mengajar, karena isinya tidak membahas materi pelajaran.

Mengacu pada tiga teori pengetahuan yang harus diajarkan pada anak-anak, sebenarnya pengalaman guru yang mengajarkan pengetahuan tentang etika hidup sesungguhnya dia telah melaksanakan tugasnya sebagai guru dengan baik. Pengetahuan etika merupakan bagian dari pengajaran karakter yang harus dilakukan semua guru mata pelajaran. Kegiatan yang dilakukan guru di atas adalah salah satu metode yang bisa dilakukan guru dalam mengajarkan pengetahuan etika untuk pembentukan karakter.

Pengajaran kakakter semacam dilakukan dengan pendekatan parsial, sesuai dengan kebutuhan peserta didik saat itu. Jika semua sudah kondusif dan berjalan normal, barulah mengajarkan pengetahuan teknis dalam mata pelajaran. Pengajaran fleksibel ini bisa jadi bagian dari implementasi merdeka belajar, yang memberi kewenangan pada guru untuk mengajarkan apa yang dibutuhkan anak-anak pada saat itu.

Kesimpulannya, mengajar adalah pekerjaan super kreatif dan dinamis. Hal-hal yang statis dalam mengajarkan adalah berkaitan dengan tiga ranah pengetahuan yaitu etika, harapan, dan teknis. Sampai kapan pun manusia membutuhkan manusia-manusia berakhlak baik dengan keyakinan pada Tuhan YME, selalu optimis dalam menjalani hidup, dan memiliki cara untuk mempertahankan hidup dan bermanfaat bagi orang lain. Semoga guru-guru bisa lebih merdeka dalam mengajar dan sealu bisa menyesuaikan materi ajar dengan kebutuhan anak-anak. Wallahu’alam.

No comments:

Post a Comment

MENGAPA GURU HARUS TERHORMAT

Oleh: Dr. Toto Suharya, S.Pd., M.Pd. Untuk menghormati guru, di Jepang tidak ada hari guru. Kisah ini dibagikan oleh Pak Susila dari Banten ...