Monday, December 13, 2021

PENDIDIKAN BUKAN LOMBA

OLEH: TOTO SUHARYA

(Pendidik, Sekjen DPP AKSI)

Sedih tidak, Jika sekolah lain selalu mendapat juara tetapi sekolah yang kita bina tidak pernah menghasilkan juara. Kecewa tidak jika yang diapresiasi adalah sekolah-sekolah dengan fasilitas lengkap dan siswa yang memang berlatabelakang intelktual cerdas. Sedih atau tidak, kecewa atau tidak, sudah jadi kenyataan bahwa pendidikan di negara kita memang tujuannya untuk lomba. Seorang warga negara Indonesia menikah dan tigggal di Jerman, budaya lomba dalam pendidikan hanya ada di Indonesia dan tidak terjadi di Jerman. Saya jadi berpikir atas pernyataan ini.

Apakah lomba-lomba yang tumbuh seperti jamur dalam dunia pendidikan cocok untuk sistem pendidikan sekarang? Jika kita pahami arah filosofi sekarang, masyarakat dunia itu sudah mulai bosan dengan yang namanya kompetisi yang kadang jadi konflik. Masyarakat dunia saat ini sangat rindu hidup damai dan tentram. Agresi-agresi, perang terbuka, bukan lagi strategi politik negara-negara maju sekarang. Kenapa ini terjadi? Jawabannya karena teknologi informasi telah menyatukan kita menjadi masyarakat satu planet. Tidak ada lagi sekat-sekat batas geografi, pebisnis dari pelosok desa bisa mengirim barang lintas negara dan benua.

Perkembangan teknologi informasi benar-benar telah mengubah mindset masyarakat dunia, “tidak ada satu negara besar yang bisa berdiri sendiri, semua negara hidup saling membutuhkan dan saling ketergantungan. Indonesia ini pasar dunia, sudah barang tentu dibutuhkan Jepang, Korea, Jerman, Amerika dan China.

Negara itu yang mengendalikan manusia, jadi manusia bagaimana yang dibtuhkan sekarang? Jelas sekali bukan manusia yang suka kompetesisi dan konflik. Manusia yang dibutuhkan saat ini adalah manusia ramah, penyayang, penyantun, dan pembawa hidup damai dan sejahtera. Maka negara-negara besar melakukan penetrasi pada negara-negara kecil bukan dengan ancaman tetapi santunan atau bantuan-bantuan dalam berbagai bidang dikemas dalam bentuk kerjasama dan kolaborasi.

Implikasinya, pendidikan di sekolah-sekolah bukan lagi mengedepankan lomba-lomba tetapi karya-karya nyata. Berkarya bukan untuk lomba tetapi melatih kompetensi siswa agar mereka punya keterampilan hidup yang membuat diri mereka sendiri percaya diri dan bangga tanpa harus juara lomba. Juara lomba hanya menghargai segelintir orang dan melahirkan banyak manusia hamba, padahal seharusnya pendidikan dapat melahirkan banyak manusia berharga.

Lomba-lomba jika saat ini mau diadakan bukan untuk menghargai individu tetapi menghargai sebuah lembaga dalam lingkup yang besar, agar penghargaan itu dimaknai dan dirasakan banyak orang. Sebuah lembaga bisa berhasil karena ada kerjasama dan kolaborasi manusia di dalamnya. Namun demikian lomba masih kurang cocok dilaksanakan abad ini. Saat ini perhargaan layaknya diberikan kepada orang-orang yang berprestasi secara alamiah tidak untuk lomba, tetapi mereka memang berprestasi karena panggilan jiwa dan bermanfaat bagi banyak orang. Seperti penghargaan yang diberikan kepada mereka yang telah berjasa untuk kemanusian, karena membebaskan manusia dari kemiskinan, membebaskan alam dari kerusakan, dan sebagainya.

Untuk itu, arah pendidikan saat ini bukan untuk memenangkan lomba, tetapi sebuah upaya membuat semua manusia berdaya saing dengan membangkitkan semangat siswa untuk menjadi manusia-manusia bermanfaat bagi orang banyak, manusia-manusia dermawan yang selalu berpikir untuk menyelesaikan masalah untuk banyak orang banyak bukan untuk juara dan mendapat penghargaan. Sederhananya, tugas pendidikan adalah bagaimana caranya untuk melahirkan manusia-manusia berkarakter dermawan sebanyak-banyaknya. Sekolah harus banyak mengajarkan siswa bagaimana bekerja dalam tim dan saling mampu menghargai sesama manusia bukan karena juara lomba tetapi atas dasar kemanusiaan. Kompetensi-kompetensi yang diajarkan bukan sekedar untuk juara lomba tetapi untuk membekali mereka agar bisa hidup mandiri, menyeesaikan masalah dirinya sendiri dan tergerak untuk menyelesaikan masalah-masalah orang lain. Menghargai juara lomba hanya akan melahirkan sedikit manusia mandiri, dan menghargai sesama manusia akan melahirkan banyak manusia-manusia mandiri dan akan menjadi kekuatan bangsa. Wallahu’alam.

No comments:

Post a Comment

MENGAPA GURU HARUS TERHORMAT

Oleh: Dr. Toto Suharya, S.Pd., M.Pd. Untuk menghormati guru, di Jepang tidak ada hari guru. Kisah ini dibagikan oleh Pak Susila dari Banten ...