OLEH: TOTO SUHARYA
(Pendidik, Sekjen DPP AKSI)
Sedih tidak, Jika sekolah lain
selalu mendapat juara tetapi sekolah yang kita bina tidak pernah menghasilkan
juara. Kecewa tidak jika yang diapresiasi adalah sekolah-sekolah dengan
fasilitas lengkap dan siswa yang memang berlatabelakang intelktual cerdas.
Sedih atau tidak, kecewa atau tidak, sudah jadi kenyataan bahwa pendidikan di
negara kita memang tujuannya untuk lomba. Seorang warga negara Indonesia menikah
dan tigggal di Jerman, budaya lomba dalam pendidikan hanya ada di Indonesia dan
tidak terjadi di Jerman. Saya jadi berpikir atas pernyataan ini.
Apakah lomba-lomba yang tumbuh
seperti jamur dalam dunia pendidikan cocok untuk sistem pendidikan sekarang? Jika
kita pahami arah filosofi sekarang, masyarakat dunia itu sudah mulai bosan
dengan yang namanya kompetisi yang kadang jadi konflik. Masyarakat dunia saat
ini sangat rindu hidup damai dan tentram. Agresi-agresi, perang terbuka, bukan
lagi strategi politik negara-negara maju sekarang. Kenapa ini terjadi? Jawabannya
karena teknologi informasi telah menyatukan kita menjadi masyarakat satu
planet. Tidak ada lagi sekat-sekat batas geografi, pebisnis dari pelosok desa
bisa mengirim barang lintas negara dan benua.
Perkembangan teknologi
informasi benar-benar telah mengubah mindset masyarakat dunia, “tidak ada satu
negara besar yang bisa berdiri sendiri, semua negara hidup saling membutuhkan
dan saling ketergantungan. Indonesia ini pasar dunia, sudah barang tentu
dibutuhkan Jepang, Korea, Jerman, Amerika dan China.
Negara itu yang mengendalikan
manusia, jadi manusia bagaimana yang dibtuhkan sekarang? Jelas sekali bukan
manusia yang suka kompetesisi dan konflik. Manusia yang dibutuhkan saat ini
adalah manusia ramah, penyayang, penyantun, dan pembawa hidup damai dan sejahtera.
Maka negara-negara besar melakukan penetrasi pada negara-negara kecil bukan dengan
ancaman tetapi santunan atau bantuan-bantuan dalam berbagai bidang dikemas
dalam bentuk kerjasama dan kolaborasi.
Implikasinya, pendidikan di
sekolah-sekolah bukan lagi mengedepankan lomba-lomba tetapi karya-karya nyata.
Berkarya bukan untuk lomba tetapi melatih kompetensi siswa agar mereka punya
keterampilan hidup yang membuat diri mereka sendiri percaya diri dan bangga tanpa
harus juara lomba. Juara lomba hanya menghargai segelintir orang dan melahirkan
banyak manusia hamba, padahal seharusnya pendidikan dapat melahirkan banyak
manusia berharga.
Lomba-lomba jika saat ini mau diadakan bukan untuk menghargai individu tetapi menghargai sebuah lembaga dalam lingkup yang besar, agar penghargaan itu dimaknai dan dirasakan banyak orang. Sebuah lembaga bisa berhasil karena ada kerjasama dan kolaborasi manusia di dalamnya. Namun demikian lomba masih kurang cocok dilaksanakan abad ini. Saat ini perhargaan layaknya diberikan kepada orang-orang yang berprestasi secara alamiah tidak untuk lomba, tetapi mereka memang berprestasi karena panggilan jiwa dan bermanfaat bagi banyak orang. Seperti penghargaan yang diberikan kepada mereka yang telah berjasa untuk kemanusian, karena membebaskan manusia dari kemiskinan, membebaskan alam dari kerusakan, dan sebagainya.
No comments:
Post a Comment