Oleh: Dr. Toto Suharya, S.Pd., M.Pd.
Pelajaran agama yang diajarkan di sekolah terlalu formalistik. Ajaran agama dipatok dengan ajaran yang kaku dalam bentuk praktek ajaran ritual yang mekanistik. Ajaran agama yang fomalistik dan kaku, menjadi sebab ajaran agama tidak konstekstual dengan kehidupan sehari-hari.
Cara pengajaran agama Islam saat ini cenderung menggunakan sudut pandang ilmu fiqih, ilmu yang mengajarkan hukum-hukum ritual formal yang dikembangkan para ulama fiqih. Cara pandang ilmu fiqih dalam beragama mendominasi cara-cara beragama masyarakat. Kelemahan pengajaran agama dari sudut pandang ilmu fiqih adalah tidak fleksibel dan kadang memberatkan.
Misalnya ketika orang mau melakukan shalat jama, dalam ilmu fiqih disyaratkan harus menempuh perjalanan 80 km. Akibat aturan fiqih terlalu kaku, kadang-kadang shalat seseorang lebih fokus pada aturan fiqih bukan pada substansi shalat sebagai ibadah kepada Allah.
Aturan lainnya, ketika ingin memahami Al Quran. Aturan-aturan membaca Al Quran yang terlalu ketat dengan syarat keilmuan khusus, kehadiran guru secara formal, menjadi hambatan, keraguan seseorang ketika ingin memahami Al Quran dengan berbagai macam cara. Sementara di era teknologi informasi, situasinya jauh berbeda dengan era sebelumnya. Akses seseorang untuk mendapatkan ilmu sangat terbatas dan cenderung dilembagakan. Saat ini, ilmu sudah menjadi milik semua orang yang mau mempelajarinya dengan kehadiran media informasi massal.
Metode dalam mempelajari agama perlu ada penyesuaian dengan situasi saat ini. Ilmu fiqih tetap diperlukan, namun tidak dijadikan kecenderungan satu-satunya yang paling mendekati kebenaran. Dalam situasi saat ini, metode yang perlu dikembangkan dalam mempelajari agama adalah melalui metode yang mendorong seseorang mampu belajar mandiri melalui konsep belajar sepanjang hayat.
Metode yang bisa dikembangkan untuk mempelajari agama saat ini adalah melatih kemampuan berpikir. Kontradiksi umat beragama dengan prilaku sehari-hari yang dilakukan umat saat ini terjadi karena pengajaran agama terlalu mekanistik pada penerapan hukum-hukum. Sementara pemahaman dalam bentuk pola-pola pikir orang beragama belum banyak dikembangkan. Keterbatasan agama dalam sudut pandang penerapan hukum-hukum agama, kadang tidak selaras dengan kondisi budaya dan masalah sosial yang dihadapi masyarakat. Akhirnya ajaran agama tidak memberikan harapan-harapan baik yang dapat mengubah hidup seseorang.
Agama adalah ajaran yang memberikan harapan-harapan hidup lebih baik sekalipun seseorang dalam kondisi terpuruk. Untuk itu perlu pengajaran yang berimbang, antara ilmu hukum agama, dengan ilmu berpikir bersumber dari agama. Allah yang dipersepsi sebagai maha pengampun harus memberi harapan kepada semua orang untuk menjadi orang baik dan hidup lebih baik.
Allah yang maha bijaksana dapat dipahami dengan pendekatan-pendekatan pola pikir yang dikembangkan dari Al Quran dan hadis. Pola pikir agama jika diajarkan, dalam prakteknya lebih banyak memberi manfaat pada pribadi seseorang karena sifatnya fleksibel dan menuntut setiap orang untuk terus berpikir memperbaiki kualitas hidupnya.
Masalah sosial seperti pelecehan seksual, pencemaran lingkungan, kemiskinan, penyalahgunaan narkoba, dan ketidakteraturan sosial, kadang tidak bisa disentuh dengan pendekatan agama yang cenderung mekanistik mengatur ibadah ritual. Masalah-masalah sosial dan lingkungan yang terjadi membutuhkan banyak pemikir-pemikir yang kreatif dalam mewujudkan masyarakat agama yang berperadaban.
Diakui beberapa ahli pendidikan saat ini, kelemahan dari umat beragama adalah lemah dalam mengimplementasikan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari. Kelemahan ini diawal dari kelemahan umat beragama dalam memahami pola-pola pikir yang ada dalam pengajaran agama. Oleh karena itu, kita sering melihat kontrakdiksi antara kehidupan umat yang mengatasnamakan agama dengan umat manusia yang tidak mengatasnamakan agama. Kehidupan masyarakat yang tidak mengatasnamakan agama lebih bersih dibanding dengan umat yang tidak secara langsung mengatasnamakan agama.
Potret kehdiupan masyarakat agama dan tidak beragama menjadi pandangan pesimis terhadap ajaran agama. Pengajaran agama dianggap tidak sesuai dengan kebutuhan zaman dan ajaran agama sedikit demi sedikit ditingalkan penganutnya. Ajaran agama yang dianggap suci bersumber dari para Nabi, kadang dilecehkan dan dinistakan.
Mengajarkan agama dengan sudut pandang pola pikir perlu dikembangkan disandingkan dengan pendekatan-pendekatan hukum yang mekanistik. Melalui pengembangan pola pikir, diharapakan pengajaran agama dapat membantu masyarakat bisa menyelesaikan berbagai masalah yang dihadapinya. Pola pengajaran agama melalu sudut pandang pola pikir, dapat dilakukan dengan menghadirkan masalah-masalah sosial, ekonomi, budaya, yang ada di masyarakat melalui proses dialogis berkelanjutan.
Melalui sudut pandang pola pikir yang dialogis, sikap saling menghormati dan menghargai perbedaan pendapat harus dibangun dengan tujuan yang sama yaitu menuju masyarakat damai dan sejahtera. Allah menurunkan ajaranNya untuk membantu manusia agar bisa hidup sejahtera di dunia dan akhirat.***
No comments:
Post a Comment