Oleh: Dr. Toto Suharya, S.Pd., M.Pd.
Esensi dari pendidikan bukan mengajari orang supaya menjadi (to be) tetapi mengajar orang agar selalu learning how to be, leraning how to learn, learning how to do, learning how to life together. Jawaban dari soal-soal yang diujikan bukan ukuran keberhasilan seorang guru. Keberhasilan seorang orang ketika mereka bisa menemukan cara bagaimana mengajarkan 4 How kepada muridnya.
Dibalik sukses ada derita yang harus dilalui seseorang. Orang yang tidak mau menghadapi penderitaan, dia akan berhadapan dengan penderitaan. Pesan ini mengandung logika dari Tuhan. Orang yang tidak memahami logika dari Tuhan, akan menghindari penderitaan, sekalipun ketika menghindari penderitaan mereka akan menderita.
Sumber pemikiran, bahwa penderitaan penyebab sukses bisa kita temukan dalam kitab suci Al Quran. "Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia berada dalam susah payah". (Al Balad, 90:4). Susah payah dapat kita samakan dengan penderitaan. Selanjutnya konsep susah payah tidak berdiri sendiri tapi dia merupakan sebuah keadaan yang harus dilalui seseorang untuk menjadi. Susah payah atau penderitaan adalah learning how to be. Jika seseorang ingin menjadi sesuatu di muka bumi ini, pelajarannya adalah mereka harus bisa melalui penderitaan demi penderitaan hidup yang akan mereka lalui.
Sekolah yang mengajarkan murid-murid menjadi sesuatu yang berarti dalam hidupnya, sekolah akan mengajarkan bagaimana cara murid-murid menghadapi dan berhasil melalui penderitaan hidup yang akan dilaluinya. Kisah hidup bagaimana menghadapi penderitaan di kisahkan dalam perjalanan hidup Nabi Muhammad SAW. (Suharya, dkk. 2022).
Sekolah yang melatih murid-murid mampu menghadapi penderitaan, bukan berarti legalisasi kekerasan dalam pendidikan, tetapi murid-murid harus diajarkan bagaimana menghadapi penderitaan dalam kontek "belajar". Mereka harus menjadi manusia-manusia pembelajar sepanjang hayat. Mereka harus berani menderita dalam belajar, berani terus untuk belajar sekalipun mereka harus mengorbankan kenyamanan-kenyamanan hidup yang mereka miliki.
Kemampuan bertahan dan keluar dari penderitaan dengan semangat belajar yang murid-murid miliki, kemampuan inilah yang akan mengantarkan mereka menjadi sesuatu yang berarti dalam hidupnya, baik untuk diri sendiri maupun untuk orang lain. Puncak karir dari seseorang dalam hidup ini adalah menjadi (to be) manusia-manusia bermanfaat bagi orang lain. Dalam konsep Islam, manusia-manusia terbaik adalah manusia yang bermanfaat bagi orang lain.
Perjalanan hidup Nabi Muhammad yang mengandung contoh teladan bagaimana Nabi Muhammad SAW bertahan dalam penderitaan, dijelaskan dalam disertasi Suharya (2022). Penderitaan adalah siklus yang harus dilalui bagaimana seseorang akan mencapai dan menjadi sesuatu. Semakin besar penderitaan yang dihadapi seseorang, akan menentukan seberapa kualitas diri seseorang. Dalam kehidupan modern, orang-orang terbaik selalu mengisahkan bagaimana mereka hidup dalam penderitaan dan berhasil menghadapinya.
Kebenaran bahwa hidup seseorang ada dalam penderitaan, dapat dibuktikan pada kehidupan setiap orang. Sekecil apapun capaian hidup seseorang, mereka pasti akan mengisahkan bagaimana mereka menderita sebelum mereka mencapai kondisi sekarang. Itulah takdir Tuhan yang tidak akan pernah bisa diingkari manusia. Maka pendidikan berkualitas, bukanlah pendidikan yang mengajari murid-murid terhindar dari penderitaan, tapi pendidikan yang mengajarkan murid-murid berani menghadapi penderitaan, agar mereka menjadi (to be) manusia-manusia unggul.***
sumber:
Suharya, T., Supriatna, N., Yuifar, L., & Supriatna, E. (2022, November). Karakter Wirausaha dari Orang Hebat: Kajian Mikrosejarah Nabi Muhammad SAW. Dalam Konferensi Internasional tentang Komunikasi, Kebijakan dan Ilmu Sosial (InCCluSi 2022) (hlm. 72-78). Atlantis Press. https://www.atlantis-press.com/proceedings/incclusi-22/125976722
No comments:
Post a Comment