Oleh: Dr. Toto Suharya, S.Pd., M.Pd.
Setiap sekolah akan berhadapan dengan anak-anak yang punya keberanian tinggi atau berjiwa petualang. Hanya saja keberanian anak ini, sering tersalurkan kepada hal-hal yang kurang produktif. Misalnya, berani menantang guru, berani melanggara aturan, berani bolos sekolah, berani berbohong pada orang tua, dan berani mencuri barang milik orang lain.
Bagi dunia pendidikan, hal-hal seperti dianggap sebagai hal alamiah karena sifat manusia terdiri dari dua yaitu sifat fujur (perusak) dan takwa (sifat pemelihara). Pada faktanya memang selalu ada anak-anak jiwa perusaknya lebih dominan dari jiwa pemeliharanya. Anak-anak seperti ini butuh bimbingan intensif. Mereka harus dibimbing untuk diarahkan kebaraniannya kepada hal-hal yang sifatnya produktif.
Dalam buku berjudul "Sekolah Beyond Imagination Best Practice Meningkatkan Prestasi Sekolah dengan Kultur Religius", salah satu tulisan saya mengemukakan ide Intensive Care Student (ICU). Ide ini memang terinspirasi dari kasus di rumah sakit. Orang-orang yang sakit serius ditangani dengan inten, karena kondisinya sudah sangat gawat. Saya analogikan dengan kasus di rumah sakit, anak-anak yang cenderung pada prilaku perusak, mereka dalam keadaan gawat, mereka harus dibimbing, diperhatikan, secara inten.
Ide ini diadopsi oleh Indah Lestari, S.Pd., sebagai staf kesiswaan dengan istilah Intensive Care of Character Building (ICCB). Anak-anak yang tergabung dalam ICBB dipetakan dari seluruh populasi siswa di sekolah. Jumlah anak yang dikategorikan perlu mendapat perhatian inten dari 1200 siswa hanya 20 orang siswa.
Upaya ini sangat efektif untuk mengendalikan prilaku anak-anak yang pada umumnya berpilaku wajar. Anak-anak yang dominan berpilaku merusak ini kadang-kadang sering membawa opini buruk kepada seluruh warga sekolah. Anak yang berpilaku menyimpangnya hanya beberapa orang, tetapi dipersepsinya semua sekolah berprilaku sama.
Program ICBB menjadi program unggulan sekolah-sekolah untuk mendata dan mengendalikan anak-anak yang punya keberanian khusus, dengan melakukan bimbingan dan perhatian inten. Setiap minggu anak-anak ini dibina mulai dari kegiatan ritual ibadah, akhlak, dan diajari keterampilan-keterampilan hidup yang produktif. Mereka juga bisa diajak untuk membuat proyek-proyek pembelajaran yang bisa melatih mereka menjadi produktif.
Dengan demikian, keberanian mereka yang biasanya tersalur ke hal-hal yang destruktif diarahkan menjadi kepada hal-hal yang produktif. Anak-anak yang punya keberanian khusus biasanya, mereka kurang tertarik pada bidang akademik, mereka lebih tertarik pada hal-hal yang bersifat sosial dan teknikal. Mereka bisa dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan aktif di lapangan, misalkan melakukan kegiatan proyek-proyek sosial.
Melalui program ICBB, penyimpangan di sekolah yang sering terjadi dapat dipantau karena pelakunya itu-itu juga. Dengan demikian, guru-guru mudah mendeteksinya jika terjadi penyimpangan di sekolah. Berdasarkan, hasil pengamatan selama program ini dikerjakan, kondisi lingkungan sekolah bisa dikendalikan dan relatif aman. Anak-anak yang tergabung dalam ICBB kreativitasnya dapat diandalkan.
Sesuai dengan filosofi pendidikan di abad 21, sekarang tidak ada anak-anak bodoh kecuali dia tidak mendapat layanan pendidikan yang baik. Program ICBB merupakan program berdiferensiasi yang mencoba melayani anak-anak sesuai bakat dan minatnya.***
No comments:
Post a Comment