Oleh: Dr. Toto Suharya, S.Pd., M.Pd.
Ilmu disampaikan dengan narasi (penjelasan) menggunakan bahasan lisan dan tulisan. Narasi adalah berbicara dengan diri sendiri. Menurut Gunggung Riyadi ilmuwan penemu ilmu Nafas Ritme. Beliau mengatakan nafas ritme narasi adalah berbicara dengan diri sendiri dikembangkan dengan lima tingkatan.
Setelah mendengarkan penjelasan narasi dari Gunggung Riyadi, saya paham mengapa ada fenomena semakin tinggi pendidikan semakin tidak percaya Tuhan, bahkan sampai Atheis. Penyebabnya adalah narasi ilmu yang cenderung mengikuti paradigma sekuler menggiring manusia menjadi tidak percaya Tuhan, agnostik, bahkan Atheis.
Pengajaran sekuler diakui terjadi di sekolah-sekolah Indonesia. Bukti pengajaran sekuler di sekolah terjadi dengan pemilahan ilmu melalui mata pelajaran mata pelajaran yang terlepas dari narasi kitab suci.
Narasi ilmu pengetahuan menurut Gungung Riyadi ilmuwan penemu Nafas Ritme, dikembangkan sampai lima tingkatan. Pertama, narasi yang dibuat oleh diri sendiri. Dibangun oleh tingkat spiritual, kelilmuan, yang dimiliki seseorang.
Jika narasi dibuat diri sendiri gagal, akan naik ke level dua, narasi menggunakan yang dibuat oleh orang yang terberkati mungkin para pengajar (guru). Mereka adalah orang-orang yang dianggap baik dan punya kesalehan. Kalau pada level ini gagal karena orang baik atau soleh bisa terlihat kekurangannya.
Selanjutnya, naik ke level narasi menggunakan pemuka agama atau orang yang dianggap suci, ustad, ulama, kiai, biksu, pendeta, dsb. Kegagalan narasi oleh orang yang dianggap suci bisa gagal jika ternyata orang-orang yang dianggap suci terungkap aibnya, yang aibnya terlihat betul atau terekspos.
Selanjutnya naik level ke narasi yang dibuat para nabi, dan sampai ke narasi yang dibuat oleh kitab suci. Narasi yang dikembangkan Barat hanya berhenti pada level dua atau tiga, karena ilmuwan Barat rata-rata tidak percaya nabi dan kitab suci.
Dari penjelasan narasi yang dijelaskan Gungung Riyadi, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa mengapa semakin tinggi pendidikan jadi tidak percaya Tuhan, karena narasinya berhenti di level dua atau tiga.
Cara narasi ilmu yang dikembangkan di sekolah-sekolah kebanyakannya berhenti pada level dua dan tiga. Di Indonesia narasi menggunakan nabi dan kitab suci hanya ada pada mata pelajaran agama.
Dari fenomena ini, dipahami perlu ada perbaikan pada semua mata pelajaran, agar narasi yang digunakan harus sampai pada narasi yang menggunakan narasi para nabi dan kitab suci. Pendekatan sekuler kurang cocok dikembangkan di Indonesia yang punya dasar nilai ketuhanan.
Pendekatan integralis, holistis, menjadi solusi pengembangan narasi keilmuan yang harus dikembangkan di seluruh dunia khususnya di Indonesia. Pendekatan ini tidak membatasi antara ilmu alam dan agama, semua ilmu bermuaranya satu yaitu kepada Tuhan.
Sumber pengetahuan dari para nabi dan kitab suci, sesungguhnya jika kita kembali tinjau tidak menegasikan antara ilmu sains dan agama. Banyak ditemukan bahwa dasar-dasar pengembangan ilmu-ilmu sains dijelaskan dalam narasi-narasi para nabi dan kitab suci.
Ilmu nafas ritme yang dikembangkan oleh Gungung Riyadi salah satunya ilmu yang dikembangkan dengan menggunakan narasi sampai level empat dan lima, karena prinsip keilmuan menurut Gunggung Riyadi tidak boleh menyimpang orang dari ketauhidannya kepada Tuhan.
Demikiannlah jawaban sementara mengapa saat ini semakin tinggi ilmu pengetahuan dikembangkan, semakin banyak orang-orang yang tidak percaya Tuhan terutama di negara-negara sekuler. Untuk itu cara pandang sekuler menjadi kurang relevan di abad 21 ini dan perlu terus mendapat kritikan.***
No comments:
Post a Comment