Oleh: Dr. Toto Suharya, S.Pd., M.Pd.
Kegagalan pengajaran di masa lalu terjadi karena pengajaran ditujukan untuk menyelesaikan soal ujian. Sementara masalah-masalah hidup tidak dipecahkan. Berdasar observasi lapangan, kegiatan belajar di kelas belum mengacu pada pemecahan masalah yang dihadapi anak-anak.
Pengajaran masih seperti permainan monopoli, kegiatannya menyenangkan tapi tidak menyentuh permasalahan hidup yang harus dihadapi anak-anak. Sebagian besar, pemecahan masalah yang ditawarkan masih pemecahan masalah soal-soal ujian mata pelajaran.
Era teknologi informasi telah mengubah cara belajar Gen Z. Mereka belajar dengan praktek langsung, sebagaimana mereka mengoperasikan sebuah aplikasi. Ketika mereka mengenal sebuah sistem aplikasi, mereka langsung mencoba dan merefleksi kesalahan-kesalahan yang dilakukannya.
Sebagai contoh, seorang anak kelas 11 SMA tiba-tiba dia sudah memiliki folower 2 juta di media sosial. Ketika diwawancara, dia sudah membuat video singkat lebih dari 2000 konten. Video-video singkat yang dibuatnya sebanyak 2000 konten tidak ada yang menyukainya. Konten videonya mulai viral setelah satu konten mendapat apresiasi dari netizen, kemudian folowernya terus meningkat hingga 2 juta folower. Kini dia menjadi influencer dengan penghasilan 6-24 juta per bulan.
Dari kasus di atas, anak-anak Gen Z belajar sesuai dengan minat dan bakatnya. Mereka belajar mandiri dan menekuninya karena sesuai dengan minat dan bakatnya. Ketika berhadapan dengan mata pelajaran, sistem pengajaran di kelas kadang berbeda dengan bakat dan minatnya.
Mata pelajaran perlu bertransformasi, bukan sebatas mengajarkan materi mata pelajaran, tetapi harus membantu anak-anak beradaftasi dengan zaman. Setiap mata pelajaran harus memfasilitasi anak-anak untuk mencapai cita-cita hidup bahagia. Mata pelajaran menjadi pelajaran hidup bagi anak-anak.
Setiap mata pelajaran harus menyelesaikan masalah-masalah sosial yang pasti dihadapi anak-anak. Masalah pengangguran, kemiskinan, penyakit menular, perceraian, korupsi, utang, pemanfaatan teknologi informasi, pengolahan sampah, banjir, judi online, bullying, pelecehan seksual, harus jadi fokus dalam pengembangan materi ajar. Dalam setiap pengajaran di kelas, harus ada konteks masalah kehidupan yang dipecahkan.
Guru harus kreatif mengembangkan bahan ajar aktual, kontektual, dan melatih kemampuan berpikir kritis dan kreatif memecahkan masalah. Sumber pengajaran tidak cukup menggunakan buku paket, guru harus melakukan riset jurnal, buku, data statistik dari sumber terpercaya, sebagai bahan ajar untuk disajikan dalam pengajaran.
Sebagai contoh untuk menyelesaikan masalah korupsi, mata pelajaran ekonom dalam konteks kehidupan mengajarkan merencanakan keuangan di masa depan anak, dengan nabung saham. Kompetensi yang diharapkan adalah kemampuan mengelola uang untuk menuju kehidupan sejahtera di masa mendatang. Kemampuan mengelola uang harus mulai dipraktekkan anak sejak di sekolah.
Melalui berbagai metode, pendekatan, dan penyesuaian materi ajar, guru harus bertindak kreatif. Materi disesuai dengan tingkat perkembangan psikologi anak, dan memberi motivasi rasional agar membantu anak-anak memahami masalah hidup sebenarnya kelak di masyarakat.
Untuk keberhasilan pengajaran, guru harus jadi inspirator dan motivator. Guru harus tampil menjadi seorang influencer yang bisa membawa dampak perubahan prilaku positif terhadap masalah-masalah yang dihadapi siswa sekarang.***
No comments:
Post a Comment