Sunday, August 25, 2024

MENGAPA PENDIDIKAN HARUS FOKUS MELATIH BEPRIKIR?

Oleh: Dr. Toto Suharya, S.Pd., M.Pd. 

Kompetensi berpikir menjadi keterampilan wajib dimiliki di era teknologi informasi. Kecerdasan berpikir sudah diperintahkan Allah berulang-ulang dalam Al Quran. 

"Kalau sekiranya Kami menurunkan Al Qur'an ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan takut kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berpikir" (Al Hasyr, 59:21). 

Berpikir menjadi keterampilan yang harus dimiliki oleh manusia. Allah memerintahkan berpikir untuk seluruh umat manusia di muka bumi. 

Salah satu keterampilan berpikir yang harus dimiliki manusia adalah berpikir kritis. Saat ini, dunia pendidikan sedang menggembor-gemborkan pentingnya berpikir kritis. Mengapa setiap orang harus punya kemampuan berpikir kritis?

Berpikir kritis berkaitan dengan membangun tauhid seseorang kepada Tuhan. Tanpa kemampuan berpikir kritis, manusia bisa menjadi makhluk bodoh, mudah ditiipu, dan diperdaya, karena taat kepada manusia bukan pada Tuhan.

Kemampuan berpikir kritis menjadi mutlak dimiliki manusia dan Allah perintahkan pada seluruh umat manusia. Misalkan dalam beragama, tanpa berpikir kritis orang bisa jadi bukan taat pada Allah tapi taat pada kelompok, organisasi, aliran, madzab, atau guru-guru.

Fenomena saat ini, kita dapat saksikan manusia yang mengaku beragama belum tentu dia taat beragama, karena ukuran ketaatan dalam beragama dia harus taat kepada apa yang diperintahkan Allah dalam Al Quran, bukan taat pada kelompok, aliran, madzab, atau gurunya.

Inilah pentingnya berpikir kritis. Setiap orang harus punya kemampuan mengevaluasi setiap pendapat dari berbagai sudut pandang dengan tetap berpijak pada pedoman ajaran agama yaitu kitab suci Al Quran. 

Akhirnya orang beragama bukan berupaya menciptakan kesejahteraan dan perdamaian dunia untuk umat manusia, tapi membela kepentingan-kepentingan pribadi atau kelompok untuk kehidupan dunia. 

Orang-orang yang berpikir kritis dalam beragama, dia fokus pada ajaran agama yang dianutnya bersumber pada ajaran yang terkandung di dalam kitab sucinya. Orang yang berpikir kritis akan mencari kebenaran tanpa ada akhir, karena kebenaran di dunia bersifat dialogis.

Manusia-manusia berpikir kritis, tidak memutlakkan pendapatnya dan memaksakannya pada orang lain. Manusia berpikir kritis akan menghargai pendapat orang lain, karena paham orang lain punya hak untk beprikir dan akan terus berdialog merefleksi diri untuk mengevaluasi hasil pemikirannya sendiri berdiskusi dengan orang lain.

Dapat dipahami mengapa Allah selalu memerintahkan dan selalu bertanya kepada manusia, "apakah kamu tidak berpikir?". (Ali Imran, 3:65). 

Maka, setiap manusia harus jadi pemikir, karena Allah tidak berbicara pada sekelompok manusia tapi untuk seluruh umat manusia. Untuk itulah pendidikan di dunia saat ini, menganjurkan untuk melatih kemampuan berpikir pada anak-anak, karena berpikir adalah perintah Allah.***

  

  

Saturday, August 17, 2024

APA CIRI ORANG BERIMAN DAN BERTAKWA?

Oleh: Dr. Toto Suharya, S.Pd., M.Pd.

Iman dan takwa merupakan kata yang sering bergandengan. Namun ketika kita mengatakan tingkatkan iman dan takwa, apa yang harus kita lakukan? Kebanyakan hanya jadi kata-kata puitis yang kurang berdampak pada kelakuan. Mengapa gejala ini terjadi?

Sudah lama saya amati dan renungkan, keberagamaan masyarakat kita pemahamannya kurang mendalam. Kesalahannya bukan pada ajaran agama, tapi pada kedalaman pemahaman ilmu agama. Pemahaman agama terlalu tekstual sehingga tidak mendorong umat beragama berpikir. 

Dalam pandangan agama tekstual, penggunaan akal dalam memahami agama dianggap haram, padahal Allah di dalam Al Quran banyak memerintahkan manusia berpikir. Ciri dari orang beragama sebenarnya dia ahli pikir. 


Dalam pandangan agama tekstual, peran guru menjadi dominan. Rujukan keilmuan dalam beragama dalam pandangan tekstual harus selalu merujuk ke guru. Pada akhirnya dominasi guru terlalu kuat, akibatnya pengajaran ilmu agama menjadi stagnan.

Akibat pemahaman agama terlalu tekstual dan dominasi guru terlalu kuat, berabad-abad umat beragama tidal melahirkan guru-guru hebat. Hingga sekarang, rujukan pengajaran agama adalah guru-guru yang sudah meninggal ratusan tahun lalu sementara masyarakat terus berubah.

Iman dan takwa kebanyakan dipahami sebatas kalimat pembuka saat ceramah, makna dan implementasinya jalan ditempat. Konsep iman dan takwa seharusnya dibedah, ditelaah, hingga ditemukan sebuah kriteria dalam mengimplementasikannya. 

Salah satu konsep iman dan takwa yang dapat kita pahami secara impelentatif dapat kita temukan dalam Al Quran. Iman dan takwa adalah pondasi keyakinan hati kita kepada Allah. Lalu yang harus kita tingkatkan apanya? 

Coba kita gali dari Al Quran, apa saja ciri dari prilaku orang beriman dan bertakwa? Di dalam Al Quran dijelaskan;

"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (Al Hasyr, 59:18).

Tanda orang beriman dan bertakwa adalah selalu berpikir visioner. Setiap perbuatan yang dilakukan orang beriman dan bertakwa harus berorientasi pada masa depan. Pola pikir ini dimiliki orang-orang hebat di seluruh dunia. 

Orang beriman dan bertakwa merupakan representasi dari orang-orang berpendidikan. Perbedaan orang berpendidikan dan tidak berpendidikan terlihat dalam tindakannya. Tindakan orang berpendidikan yaitu selalu berpikir ke masa depan. 



Saturday, August 10, 2024

AJAL BUKAN KEMATIAN

Oleh: Dr. Toto Suharya, S.Pd. M.Pd.

Awam sering memaknai kata ajal dengan kematian. Jika kita perhatikan dalam ayat Al Quran, kata ajal berkaitan dengan perbuatan. Jika kita pelahjari makna dasar dari Al Quran, kata ajal berbeda dengan mati. Untuk memahaminya kita coba analisis dari isi Al Quran. 

"Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian (ahadakumulmaut) kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata: "Ya Tuhanku, mengapa Engkau tidak menangguhkan ajal ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang shaleh?" (Munaafiqun, 63:11).

Ajal jika kita perhatikan berkaitan dengan perbuatan yang dilakukan seseorang. Perbuatan yang diinginkan seseorang adalah dia dicatat oleh Allah sebagai ahli sedekah. Maka di dalam Al Quran dikisahkan ada orang yang meminta menangguhkan kematiannya barang sekejap karena dia ingin mengakhiri ajalnya dengan bersedekah. 

Lebih jelas lagi konsep ajal dapat kita perhatikan pada ayat Al Quran berikut; "Dan Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan seseorang apabila datang ajalnya. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (Munaafiqun, 63:12). 

Pada ayat ini sering ditemukan kata ajal diterjemahkan dengan makna kematian. Padahal kalau kita perhatikan kata ajal dengan mati dalam bahasa Al Quran berbeda. Untuk memaknai kata ajal, salah satu cara yang bisa dipakai adalah mencari kata penjelasan pada kalimat berikutnya.

Pada akhir surat Munaafiqun (63:12) bisa ditemukan kalimat "Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan". Kalimat ini jika dikaitkan dengan ajal, kata ajal bisa mengandung arti perkerjaan atau perbuatan.  

Jadi ajal adalah perbuatan terakhir seseorang. Maka dapat dipahami jika orang-orang munafik pada akhirnya minta ditangguhkan ajalnya, agar dia bisa berbuat kebaikan, sehingga ketika kematian datang dia tercatat sebagai orang-orang yang berbuat baik. 

Dengan demikian pada saat Allah mematikan seseorang, Allah tidak akan memperhatikan perbuatan orang itu sedang apa. Pelajaran penting untuk kita semua adalah jaga setiap saat supaya perbuatan kita selalu baik, sehingga ketika kematian datang kita dicatat oleh Allah sebagai orang yang mati dengan ajal yang baik.***


AGAMA BUKAN SYAIR ATAU DONGENG

Oleh: Dr. Toto Suharya, S.Pd., M.Pd. Jauhkan agama dari syair dan dongeng. Untuk menjauhkan agama dari syair dan dongen, pengajaran agama ha...