Friday, January 31, 2025

MITOS SUMBER ILMU PENGETAHUAN, KAMPUS TERBELAKANG

Oleh: Dr. Toto Suharya, S.Pd., M.Pd.

Saya semakin berkeyakinan era teknologi informasi paradigmanya saat ini adalah holisits, integralis, kolaboratif, dan sinergis. Pandangan ini harus merubah cara-cara pandang kita dalam melihat sebuah fenomena. Paradigma ini membawa perubahan pada pola pendidikan di sekolah dan kampus.

Paradigma ini sebelumnya sudah diterapkan dalam kebijakan kampus merdeka, kewajiban mahasiswa untuk kuliah di luar jurusan selama tiga semester. Kebijakan Mas Nadiem Makarim dapat dipahami jika kita sudah memahami paradigma ilmu yang saat ini sedang berkembang.

Prof. Bagus Muljadi peneliti di Inggris, dalam kuliahnya di youtube dia menekankan bahwa "tidak ada masalah yang dapat diselesaikan dengan single disiplin, tapi harus interdisipliner. Salah satu contoh, beliau ungkapkan bahwa peneliti Amerika tahun 1960-an menemukan sumber energi geothemal dengan meneliti mitos dan dibantu para spiritualis di Yogyakarta.

Kemudian, peneliti Inggris belajar dari sarang rayap untuk mengembangkan arsitektur rumah. Mereka terinspirasi bahwa rayap itu makan kayu tidak langsung di makan. Tapi kayu itu dibawa dulu ke sebuah ruangan lembab agar ditumbuhi jamur, setelah kayu lapuk baru dimakan. 

Inspirasinya adalah bagaimana rayap bisa membuat ruangan dengan kondisi suhu udara yang terjaga dan sesuai dengan suhu yang dibutuhkan untuk tumbuhnya jamur. Idenya di dapat yaitu ditemukan bahan bangunan berongga dengan model seperti sarang jamur.

Melihat kondisi ini, lembaga pendidikan harus segera membudayakan cara pandang interdisipliner ini. Kampus-kampus kita masih terbelakang karena masih melihat linieritas ilmu sebagai syarat seseorang untuk belajar. 

Konsep merdeka belajar yang telah berusaha memutus pola pikir linieritas dengan membebaskan siswa belajar lintas mata pelajaran, diganjal oleh kampus yang masih berpikir jadul. Ironis sekali, sekolah sudah diajarkan pola pikir terbaru, kampus sebagai tempat agennya perubahan, malah masih terbelakang sistemnya.

Lambatnya perubahan paradigma di lembaga pendidikan disebabkan egosektoral, arogansi jurusan, dan parahnya adalah rendah dalam literasi terhadap akses pada riset-riset terbaru dalam memahami perubahan. Pendekatan interdisipliner sebenarnya membuka peluang bagi ilmuwan Indonesia untuk menggali berbagai ilmu dari berbagai khas kearifan hidup suku, budaya, flora, dan fauna yang ada di Indonesia. 

Prof. Bagus Muljadi menjadi dorongan atau kepercayaan diri bagi peneliti-peneliti di Indonesia untuk melakukan inovasi. Dari birokrat, Kang Dedi Mulyadi sudah membuka peluang untuk kampus-kampus melakukan berbagai riset pada berbagai keanekaragaman budaya Sunda untuk memabangun kearifan Sunda, dan menarasikannya sehingga menjadi sumber ilmu pengetahuan bagi dunia.***


   



No comments:

Post a Comment

INTERDISIPLIN PARADIGMA PENDIDIKAN ERA INDUSTRI 4.0

Oleh: Dr. Toto Suharya, S.Pd., M.Pd. Berpikir interdisiplin adalah cara berpikir integratif memadukan pengetahuan dan konsep dari berbagai c...