Oleh: Dr. Toto Suharya, S.Pd., M.Pd.
Berpikir interdisiplin adalah cara berpikir integratif memadukan pengetahuan dan konsep dari berbagai cabang ilmu untuk melihat sebuah fenomena atau permasalahan. Cara berpikir interdisiplin dari dulu identik dengan dunia pendidikan.
Ilmu pendidikan tidak bermuara pada satu ilmu, di dalamnya ada filsafat, psikologi, sosiologi, antropologi, ekonomi, sains, dan teknologi. Untuk memahami memberi pengajaran dan teknik pengajaran yang tetap dibutuhkan berbagai pertimbangan ilmu secara interdisiplin.
Misal, untuk mengubah anak menjadi seorang berkarakter unggul, pendidik harus mempertimbangkan dari filsafat, psikologi, sosiologi, antropologi, ekonomi, sains, dan teknologi. Pertimbangan interdisiplin dilakukan untuk menemukan karakter unggul yang tepat, yang harus dimiliki anak-anak sesuai dengan kondisi dan situasi zaman.
Era Industri 4.0 ditandai dengan penggunaan sistem digital untuk menyimpan, mengolah, dan mengirimkan informasi. Teknologi digital, otomatisasi, data analitik, dan konektivitas, menjadi ciri dari era 4.0.
Kata digital berasal dari bahasa latin yaitu digitus artinya jari dan digit dalam bahasa Inggris artinya angka. Teknologi digital berkaitan dengan jari, angka, sistem, dan sinyal. Seperti kita saksikan, era industri 4.0 ditandai dengan pemanfaatan teknologi informasi dalam memecahkan berbagai masalah, dan kendalinya ada di "jari". Wujud teknologinya seperti komputer, telepon seluler, dan internet.
Ciri menonjol dari era industri 4.0 dilihat dari penggunaan internet, sistem pengolahan data secara digital (komputasi), otomatisasi, artifisial intelegen (AI), aplikasi, dan jaringan. Kecerdasan yang harus dikembangkan di era 4.0 adalah kemampuan mengolah data dari berbagai sumber ilmu, sebagai dasar untuk mengambil keputusan dalam memecahkan berbagai masalah.
Paradigma ini, membawa perubahan pada pola pendidikan dan pengajaran yang harus dilakukan di sekolah. Pengajaran interdisiplin menjadi pola yang harus diterapkan di sekolah dan kampus. Konsekuensinya, ilmu-ilmu yang diajarkan di sekolah tidak lagi membahas masalah kelimuan semata, tetapi harus sambil digunakan untuk mencari solusi dalam memecahkan masalah dengan memanfaatkan sistem teknologi digital.
Di era 4.0 pengajaran yang harus sering dilatihkan adalah kemampuan memahami bacaan (literasi), mengolah angka (numerasi), mengambil keputusan (evaluasi), dan menciptakan ide (sintesa). Kemampuan ini ada di ranah kemampuan berpikir tingkat tinggi. Kemampuan ini kemudian diterapkan dengan memanfaatkan sistem teknologi informasi.
Pembelajaran berbasis masalah dan proyek, menjadi pendekatan yang sangat relevan digunakan. Kolaborasi dan gotong royong dalam mengerjakan sebuah proyek pembelajaran, perlu dilatihkan untuk memberi ruang pada anak-anak ikut berperan langsung dalam memecahkan masalah dan menjadi proyek dalam pembelajaran.***
No comments:
Post a Comment